Story I
(Kesedihan Masa Kecilku)
Ketenangan,
kehangatan, dan keceriaan.
Itu semua diibaratkan langit biru
yang cerah. Arti yang ku tafsirkan sendiri. Dan itulah yang menjadi salah satu
prinsip hidupku. Dalam hidup ini, aku ingin menjadi orang yang selalu tenang
dan memberikan ketenangan pada orang lain, aku ingin menjadi orang yang hangat
dan juga menjadi orang yang selalu ceria.
Aku hanyalah manusia biasa yang tak lepas
dari segala masalah dan kesulitan. Tapi aku ingin menjadi diriku yang kuat
dalam segala hal apapun yang menghadang.
Aku sekarang sudah menginjak umur 22 tahun. Tepat pada tanggal 4 Agustus beberapa hari yang lalu
adalah ulang tahunku. Pertambahan usiaku kali ini jauh berbeda dari ulang
tahunku sebelum-sebelumnya. Karena aku ga’ kesepian di hari ulang tahunku.
Tanpa ku sadari sebentar lagi aku akan
lulus kuliah dan mendapt gelar S1 sebagai Guru SD. Hanya tinggal mengikuti
ujian PNS untuk menjadi pegawai negeri. Begitu banyak yang aku alami dan
rasakan sebelum semua itu aku dapatkan.
Ini adalah cerita hidupku. Ceritaku tentang
cinta, persahabatan dan keluarga, serta awal dari aku mengenal itu semua.
Aku terlahir sebagai anak pertama dari 4
bersaudara. Dan aku satu-satunya anak
perempuan. Dan orang tuaku memberiku nama yang dulu sangat aku benci tapi
sekarang sangat kusukai yaitu Rezky
Harisa Putri.
Orang tuaku berprofesi sebagai guru. Ayahku bernama Zainal Haris seorang guru Matematika di
SMA N 4 Banjar Baru, bekas sekolahku dulu.
Sedangkan Mamaku bernama Siti Aisah Mamaku seorang kepala
sekolah juga guru Matematika di SDN Lawahan yang berada di kecamatan yang sama
denganku.
Kegita saudara laki-lakiku, dari yang di bawahku sekarang kuliah di
kampus dan jurusan yang sama denganku, dia menjadi juniorku, sekarang dia
memasuki semester 3 dan namanya adalah Ahmad
Zaidani biasanya aku sering memanggilnya “Dani”.
Kemudian adik keduaku
bernama Muhammad Reza jaya Saputra atau
“Ija”, sekarang dia duduk di kelas 2 SMA, di SMA yang sama denganku dan tempat
ayahku mengajar.
Dan adikku yang paling kecil sekarang duduk di kelas 6 SD di
SD yang sama tempat mamaku mengajar, adikku ini bernama Muhammad Murjani Adi Perkasa dan biasanya dipanggil “Adi”.
Merekalah keluargaku dan harta berharga yang aku miliki.
Setelah begitu banyak yang terjadi, aku
bersyukur karena keluarga ini tetap utuh sampai saat ini dan bisa melalui
badai-badai yang pernah menggoyahkan. Ceritta kelam di masa kecilku.
Aku akan bercerita sedikit tentang masa
kecilku sebelum aku bercerita yang lebih jauh.
Ketika aku masih kecil dan masih duduk di
kursi Sekolah Dasar. Kehidupan yang aku jalani begitu berat untuk anak
seusiaku. Kalau saja menatalku tidak kuat, mungkin aku sudah menjadi anak yang
frustasi. Sebenarnya bukan mungkin lagi, tapi aku hampir frustasi. Setiap
pelajaran di sekolahh berakhir, langkahku begitu berat untuk pulang ke rumah.
Aku berusaha untuk tidak berada di rumah dengan cara bermain maiin sepeda atau
bermain bersama teman-temanku. Tapi tetap saja, walaupun begitu pikiranku ga’
bisa tenang dan selalu tertuju ke rumah. Aku khawatir dengan keadaan rumah.
Tepatnya aku takut ketika aku pulang ada perubahan yang aku temukan. Atau
menghilangnya salah satu dari kedua orang tuaku.
Air mata. Aku tidak terbiasa menunjukkan
air mataku di depan teman-temanku, karena aku takut ketika aku menangis di
depan mereka, aku tidak akan bisa berhenti. Dan aku takut ketika kalimat
“kenapa kamu menangis?” atau “ada apa sebenarnya?” keluar dari mulut
teman-temanku. Aku selaluu berusaha menutupi keadaan yang terjadi di rumahku
tepatnya orang tuaku. Karena itu aku
selalu menangis di sudut kamarku ketika malam tiba. Hampir setiap malam aku
menangis tanpa diketahui siapapun juga orang tuaku.
Aku melampiaskan sakit hatiku dengan
bersikap pemberontak dan tidak penurut pada kedua orang tuaku. Keadaan
memaksaku berpikir seperti orang dewassa. Anak seusiaku waktu itu seharusnya
bahagia bermain dan menikmati masa kecil tanpa ada beban di kepala. Tapi aku
sama sekali tidak bisa merasakan hal seperti itu.
Ketika aku dewasa sekarang, yang teringat
hanya kenangan menyedihkan masa kecilku. Aku sama sekali tidak ingat
kenangan-kenangan bahagia di masa kecilku, hanya fhoto-fhoto yang menjadi bukti
bahwa di masa kecilku, aku juga pernah merasakan hal yang sama seperti anak
seusiaku waktu itu, walaupun tidak ada yang aku ingat.
Setiap kali mengingat dan bercerita tentang
masa kecilku, tanpa bisa aku tahan, air mataku keluar dan membasahi kedua
mataku. Sedih memang, tapi itu tetap menjadi bagian dari hidupku. Ketika dimana
aku sempat ditempatkan dikeadaan, yang mana aku harus memilih untuk ikut siapa
diantara Ayah dan Mamaku, lalu merasakan bagaimana seorang anak kecil
menghadapi penangih hutang yang mencari ayahnya sambil menahan air mata, lalu
ada disaat aku tidur semalam di depan kamar Mama, agar Mama tidak pergi, aku
menangis seharian sampai akhirnya tertidur.
Aku tidak akan sanggup untuk meneruskan
bercerita tentang masa kecilku, karena air mataku tidak akan berhenti mengalir
jika aku meneruskannya. Aku seperti orang yang menyesal di lahirkan sebagai
anak perempuan dikeluarga ini. Tapi jika aku berkata dengan jujur, sedikitpun aku tidak menyesal terlahir sebagai Rezky.
Kesedihan yang mendalam yang aku rasakan ketika aku masih kecil memang tidak
bisa dirubah, tapi itu menjadi bagian berharga sebagai pembelajaranku dalam
hidup. Aku menjadi lebih kuat dalam mengahapi apapun.
Meski kehidupan sedihku masih terus
berlanjut, tapi aku yang beberapa tahun kemudian masuk SMP, menjadi lebih bisa
untuk tenang dan mencari kebahagiaanku yang tidak bisa aku dapatkan di rumah.
Aku belajar dengan tekun, terutama dibidang
yang paling aku sukai yaitu Matematika
dan Fisika. Itulah yang menjadikan nilai-nilaiku cukup baik dan aku sempat
mendapat peringkat 1 dan 2 berturut-turut, bahkan guru-guru kedua mata
pelajaran tersebut terlihat menyukaiku dan sering memintaku maju ke depan untuk
menjawab soal di papan tulis. Itu terus berlanjut sampai aku naik kelas 2.
Selain itu aku juga mengikuti beberapa kegiatan ektrakurikuler di sekolah
seperti Pramuka dan PMR untuk mengisi waktuku dan mengurangi waktuku di rumah.
Sifatku yang suka bercanda dan berkelahi
dengan anak cowok sejak SD masih terbawa-bawaku ketika aku SMP, walaupun ga’
separah waktu SD. Karena aku juga termasuk karakter pendiam dan teman-temanku
lebih banyak anak perempuan. Tapi kalau masalah gaya berpakaian, kayaknya aku
yang di masa SMP awal masih sama seperti waktu SD. Suka banget memakai topi,
tapinya topi sekolah dengan rambut kadang-kadang di gulung dan kadang-kadang
seperti buntut ayam. Lalu pakaian dan rok yang cukup mempas di badanku karena
lebih membuatku nyaman dan terasa kalau ada pakaian di badanku. Selain itu aku
suka banget memakai rok tidak sampai pinggal tapi juga tidak sepinggul. Panjang
rokku pun agak sedikit di atas lutut. Dan julukan tomboy masih melekat sama aku
sampai aku SMP.
gambaranku yang dulu
dan yang sekarang
Cerita ini membuatku ingin tertawa bila
mengingatnya dan memandingkan dengan diriku yang sekarang, mungkin lebih ke
perbedaan gaya berpakaian.
Ketika itu aku masih belum mengerti apa itu
sahabat juga ikatan persahabatan, tapi aku mulai tahu dan sedikit mengenal itu
cinta. Dalam kasus anak seusiaku yang baru lulus SD, kategori ini masih belum
masih jangkauan cinta. Tapi aku sempat mengerti dengan apa itu “rasa malu”
ketika berdekatan dengan anak laki-laki. Beberapa anak laki-laki pernah sempat
menari perhatianku waktu itu, mulai dari teman sekelasku bernama Fuad yang suatu ketika tiba-tiba pindah
duduk sebangku denganku. Lalu seorang anak laki-laki bernama Nabil teman dekatnya temanku, saat
pesantren Ramadhan tahun pertamaku di SMP, dia mengambil bukuku yang isinya
lirik lagu dan bermain-main denganku pada saat aku ingin mengambilnya kembali,
padahal dia belum tahu namaku begitu juga aku, setelah itu baru aku tahu
namanya dari temanku, dia juga tahu namaku dari temanku, setelah itu dia sering
memanggil namaku darri sisi tempat para anak laki-laki duduk tapi aku
mengabaikannya. Aku hanya sedikit suka dengan gaya berpakaiannya yang rapi juga
terlihat bersinar dengan pakaian koko’.
Selain itu ada anak laki-laki yang sudah
menjadi temanku sejak kecil, tepatnya sejak aku pindah ke belakang rumahnya.
Dia lebih tua 2 tahun dariku, dia juga kaka’ kelasku di SD dan SMP. Ketika Ayah
dan Mamaku pergi, aku sering di titipkan di rumahnya. Namanya Kakak Aris, aku kurang begitu ingat
nama lengkapnya. Tapi Kakak Aris selalu menemaniku bermain, selalu
mengkhawatirkanku, aku sering bermain iseng dengan pura-pura sakit perut atau
terluka, Kakak Aris langsung menghampiriku dan menanyakan “Rezky kenapa?” atau
“Mana yang sakit?”. Kadang-kadang aku mengaku kalau aku hanya bercanda tapi
sering juga aku tidak pernah mengaku.
Bersama dengan Kakak Aris, kami sering suka
surat-suratan padahal rumah kami berbelakangan. Kakak Aris memberikan sisi lain
kehidupan yang indah pada masa kecilku. Kakak Aris sering memboncengku naik
sepeda, dan pernah dikatain pacaran sama temannya yang melihat. Tapi
bagaimanapun juga, saat itu aku masih SD dan terlalu kecil mengerti hal itu.
Bagiku Kakak Aris membuat impianku untuk mempunyai seorang Kakak laki-laki
terwujud sesaat.
Semuanya lalu berubah, ketika aku mulai
SMP. Ketika aku mulai mengerti arti kata “suka”. Tiba-tiba dengan sendirinya
aku menghindari Kakak Aris. Aku mulai merasa canggung padanya. Aku mulai
melihat sorot lain di matanya ketika dia melihatku. Padahal aku tidak ingin ada
yang berubah. Tapi ketakutakan terhadap “luka” membuatku otomatis selalu
menghindari hal-hal yang efek di depannya akan membuatku terluka. Karena aku
tidak mau membuat kehidupanku yang menyedihkan menjadi semakin menyedihkan.
Sudah cukup luka dan penderitaan yang aku
rasakan saat itu. Pertengkaran orang tua di depan mataku, sudah sangat
menyakitiku. Dan aku jadi tahu kalau rasa cinta itu tidak cukup untuk
memperoleh kebahagiaan, karena cinta juga bisa menjadikan keadaan seperti yang
aku alami.
Suatu hari aku sempat masuk Rumah Sakit
kerena kelelahan sepulang berkemah di acara PMR. Saat itu aku rasanya ingin
sekali mati, rasa sakit yang tidak tertahankan aku rasakan di dalam diriku.
Lalu kemudian ketika aku melihat situasi yang aku alami saat itu, rasa sakit
yang aku rasakan tidak sebanding dengan rasa bahagia yang aku alami. Bagaimana
tidak, kedua orang tuaku jadi saling bahu membahu dan akur untuk merawat dan
juga menjagaku. Aku sempat berpikir, tidak apa-apa aku sakit selamanya asalkan
aku bisa selalu melihat orang tuaku akur.
Aku
di rawat di RS kurang lebih hampir 1 bulan. Banyak yang berkunjung untuk menjengengukku. Aku
menikmatinya. Hanya saja yang tidak bisa aku tolerir adalah aku tidak mau makan bubur. Aku paling
benci makanan itu sejak kejadian waktu SD. Ketika temanku yang makan bubur
bersamaku di sekolah, memuntahkan kembali bubur yang ada di mulutnya ke
mangkoknya kemudian memakannya lagi. Aku selalu teringat hal itu bila melihat
bubur. Akhirnya akupun tidak mau makan kalau makanannya bubur. Aku yang berada
di masa ababil itu, sangatlah keras kepala. Bahkan dokter yang merawatku
mengaku kalah padaku dan akhirnya mengizinkanku makan makanan yang bukan bubur.
Aku keluar dari rumah sakit dengan membawa
3 jenis penyakit yang tidak bisa disembuhkan di dalam tubuhku dan hanya bisa di
redam. Yaitu Tipes, radang paru-paru dan
juga gejala liper (hati). Sepulangnya
di rumah, beberapa hari kemudian aku mulai kembali bersekolah. Tapi
nilai-nilaiku jadi menurun karena ketidak hadiranku beberapa waktu sebelum itu.
Hanya saja sementara tidak ada gemuruh di hatiku dan juga di rumah.
Beberapa minggu kemudian ternyata kesedihan
memang tidak bisa lepas dari hidupku saat itu. Aku kembali harus rela berpisah
dengan teman-temanku di sekolah, dikarenakan aku harus pindah rumah. Rumah yang
kami tempati terpaksa dijual untuk membayar hutang-hutang Ayahku, dan kami
pindah ke desa tempat tinggal orang tua Mamaku yaitu Kakek dan Nenek, untuk
memulai hidup baru. Saat itu kesedihan mulai melandaku lagi setiap hari. Kehidupan
kami benar-benar berubah. Kami terpaksa menumpang di rumah Kakek dan Nenek.
Berbagai sindiran terhadap Ayahku, aku dengar keluar dari keluarga Mamaku itu.
Tapi anak seusiaku bisa apa, aku kembali menjadi pemberontak yang suka
membantah.
Seminggu kemudian, Ayahku mendaftarkanku di
sekolah baru yang ada di daerah tempat tinggal kami itu. Jarak yang kami tempuh
cukup jauh. Dan ketika aku pertama kali melihat sekolah yang bakal aku masuki.
Yang ada di benakku yaitu “OMG”. Dibandingkan dengan sekolahku yang dulu, tentu
aja jelas jauh berbeda. Sekolahku yang dulu adalah salah satu sekolah favorit
sedangkan sekolah baruku? Memang sesuai dengan letaknya di daerah pedesaan.
Apalagi katika itu aku baru tahu kalau sekolah itu baru 2 tahun buka sehingga
otomatis aku bakal jadi salah satu lulusan pertama di sekolah itu. Ya..cukup
menghibur.
Hari pertama aku mulai sekolah dan belajar,
akan menjadi awal cerita panjang yang lebih menarik untuk aku ceritakan dan aku
bagi. Inilah awal dimana aku akan mengenal arti dari sahabat, cinta, dan
keluarga.
Bersambung....
23 Agustus 2012