Story II
Bertemunya Kucing dan
Tikus
“Kamu
murid baru yach!”, seseorang yang tidak aku kenal, keluar dari ruang kantor
guru dengan mengenakan pakaian koko, peci dan sarung. Kalau di lihat dari
tampilannya, umurnya kurang lebih sama seperti Pamanku ga’ terlalu muda juga
ga’ tua.
“Iya!”,jawabku
mencoba sopan dan memberi aura positif dihari pertama sekolahku waktu itu.
Waktu
itu aku datang terlalu pagi sehingga, aku menjadi siswa pertama yang tiba di
sekolah. Kalau dibandingkan dengan sekolahku yang sebelumnya, jam segitu sudah
banyak siswa yang datang. Itulah aku yang dulu, suka membandingkan sesuatu.
Awalnya
aku bertemu dan berkenalan denga beberapa siswa lainnya, aku pikir mereka bakal
jadi teman sekelasku, tapi ternyata mereka adalah juniorku. Setelah beberapa
saat kemudian, barulah siswa lain mulai datang berangsur-angsur. Aku langsung
menjadi sorotan dan dikelilingi banyak siswa yang mau berkenalan dan berteman
denganku. Aku langsung populer. Ya mungkin karena mereka mendengar aku pindahan
dari kota.
Dari
sekian banyak siswa yang bersikap manis dan ramah padaku, ada satu orang yang
begitu cuek dan terlihat seperti kurang
walcome denganku waktu itu. Dialah orang yang nantinya akan sangat
merepotkanku dan membuatku susah. Dia akan menjadi rival dan sekaligus
seseorang yang menyadarkanku akan banyak hal.
Dia
orang yang sederhana. Aura yang aku terima ketika melihat sorot matanya adalah aura persaingan. Saat pertama kali
masuk kelas, aku ditunjukkan dimana tempat dudukku oleh teman cewekku yang
baru. Dia juga mengenalkan teman-teman sekelas kami padaku. Seluruhnya
berjumlah 18 orang dengan pembagian anak perempuan berjumlah 13 orang dengan
diriku dan 5 orang anak laki-laki. Itulah satu lagi perbedaan yang aku temukan
di kelas baruku. Di sekolah yang dulu aku memiliki lebih dari 30 orang teman
sekelas. Dan laki-laki juga perempuannya jauh lebih banyak.
Lima
anak laki-laki? Oh now..aku langsung berpikir kalau itu akan sangat
membosankan. Aku jadi merindukan sekolahku yang lama. Begitulah pikirku saat
itu.
Setelah
memperkenalkan teman sekelas dengan menyebutkan nama dan menunjuk ke arah
orangnya, sampai akhirnya pada anak laki-laki yang membuatku penasaran di awal
karena sikapnya. Dari situlah aku tahu namanya dan jabatannya sebagai ketua
OSIS. Nama panggilannya adalah Arga
(Samaran). Menurut temanku, Arga itu keren dan juga lumayan populer di sekolah,
selain karena jabatannya, tapi juga karena dia terkenal pinter dan karena
angkatan kami adalah yang pertama waktu itu.
Sedangkan
pandangan pertamaku pada Arga waktu itu adalah cowok yang sepertinya
menyebalkan, dan “kok cowok pendek dibilang keren?”. Tapi memang harus diakui
dari segi tampang wajah, dia memang lumayan dibanding ke empat cowok lain yang
sekelas denganku. Mau gimana lagi, yang bisa dibandingkan dengannya hanya lima
orang. Kalau dibandingkan dengan teman-teman cowok di sekolahku dulu sich Arga
jadi biasa aja, apalagi kalau dibandingkan dengan teman SD yang pindah saat di
kelas 6, yaitu Dedy Fahlepi. Teman
yang sempat menarik perhatianku, dan seandainya aku bisa kenal dia lebih lama,
bisa jadi dia bakal menjadi cinta pertamaku. Aku benar-benar suka membandingkan
sesuatu.
Hari
itu berakhir dengan biasa untukku, dan untuk beberapa hari ke depanpun terasa
datar untukku. Sampai suatu hari ada kejadian.
“Dasar
pelacur”, kata-katanya langsung membuatku terdiam karena begitu emosi. Hal yang
tidak terpikirkan olehku bakal keluar dari mulutnya untuk sekedar membalas
ejekanku yang mengatakannya “cebol”
Seandainya
dia perempuan, aku sudah pasti merobek-robek mulutnya atau sekedar menampar
wajahnya. Tapi karena dia cowok, aku ingin sekali mematahkan kedua kakinya. Itu
yang terpikirkan olehku. Hanya saja, waktu itu aku sudah terlalu lelah untuk
menimbulkan masalah lagi, aku sudah cukup terlukai dengan kata-katanya. Arga sangat
menyebalkan waktu itu. Masalah yang sudah aku hadapi di rumah harus menjadi
beban di kepalaku, kemudian perkataannya seperti menaburi garam diatas luka
yang sudah ada.
Aku
mengabaikannya. Kemarahanku saat itu hanya bisa membuatku untuk mengacuhkannya.
Lalu kemudian pada jam istirahat. Ketika aku sedang menikmati udara segar
bersama kedua temanku Inor dan Sanai dengan duduk di jembatan yang
menghubungan sekolah ke suatu ruangan kosong yang rencana awalnya ingin
dijadikan sebagai asrama tapi batal.
Saat
itu aku baru menyadari kalau bukan hal buruk saja yang aku dapatkan karena
pindah ke desa, tapi aku merasakan dan mendapatkan hal yang sulit untuk aku
dapatkan sebelumnya yaitu udara sejuk
yang menyegarkan, membuat hatiku jadi tentram. Suasana tenang membuat suara
dedaunan terdengar saling beradu. Sampai akhirnya si pembuat masalah itu
berjalan mengarah ke tempat kami berada bersama Salman dan juga Hendra.
Ternyata
dia memang benar-benar sengaja menghampiri kami. Arga saat itu mendekatiku dan
duduk di sampingku dengan jarak diantara kami. Aku kurang ingat apa yang
menjadi awalnya setelah itu. Akan tetapi tujuannya adalah meminta maaf padaku. Arga datang untuk meminta maaf padaku atas
perkataannya yang keterlaluan di kelas. Dan dari apa yang aku lihat di
wajahnya sesaat, aku tahu dia menyesal dan tulus meminta maaf.
“Tapi
kamu juga yang duluan ngatain aku cebol, jadi kamu juga harus minta maaf!”,
padahal aku belum berkata apa-apa, tapi dia langsung nyelonong ‘saking gak
maunya ngalah’. Harga dirinya terlalu tinggi kalau harus minta maaf tanpa
mengatakan sesuatu yang akan tetap membuatnya terlihat hebat. Walaupun begitu,
harus aku akui perkataannya waktu itu memang benar.
Pertengkaran
kami yang berawal karena perdebatan dan perbedaan pendapat saat menjawab soal
tanya jawab di kelas, akhirnya berakhir dengan perdamaian dengan cara yang
unik. Aku tidak mau berjabat tangan dengannya bukan karena aku tidak mau
berdamai tapi aku hanya tidak terbiasa bersentuhan tangan secara langsung dan
sengaja dengan anak cowok. Dan saat itu dia langsung mengerti maksudku.
Damai?
Itu hanya bertahan beberapa saat karena setelah itu Arga kembali cari gara-gara
denganku sampai membuatku kesal. Berbeda dengan pertengkaran sebelumnya, aku
tidak merasa tersakiti dengan perkataannya, tapi tanganku gatal pengen mukul
dia. Ketika dia mencoba kabur, aku langsung mengejarnya untuk sekedar
memberikan satu dua pukulan padanya.
Itu
akan menjadi hal biasa pada hari-hari selanjutnya, dan teman-teman kami juga
guru-guru setelah itu jadi terbiasa dengan pertengkaran kami yang bila
digambarkan seperti “Kucing dan Tikus”
atau “Tom and Jerry”. Bisa dikatakan
aku adalah Tom yang mengejar tikus untuk dimusnahkan.
Aku
tidak terlalu ingat kapan semua itu berawal. Tapi hari-hariku selalu dipenuhi
dengan keisengan Arga yang suka cari gara-gara dengan mengatakan hal yang
menyebalkan dan ngeledek aku. Hanya saja semua perkataannya ga’ ada yang pernah
sampai menyakiti hatiku.
Terlalu
seringnya dia mencari masalah denganku, sampai-sampai suatu hari aku salah
paham padanya karena keburu berpikir negatif ke dia.
Waktu
itu, ceritanya kelas kami kosong ga’ ada gurunya. Jadi pada-padanya dech
ngobrol. Termasuk aku yang ikut-ikutan diajak ngobrol oleh Inor, Sanai, Hendra,
Salman, Fadhli , Irul dan tentunya yang ga’ mau ketinggalan Arga. Arga memulai
aksinya dengan membahas cerita di waktu mereka dulu ikut kemah di pramuka, itu
sebelum aku pindah. Dia sebenarnya bercerita dan bermaksud menyinggung Inor dan
Hendra, dimana ada kejadian mereka dipasangkan. Aku kurang ingat cerita lengkapnya.
Karena sebenarnya aku juga ga’ terlalu mendengarkan atau tepatnya males. Cerita
yang di dikatakan oleh Arga ga’ ada yang aku mengerti karena dia ga’
menyebutkan nama orang yang dimaksud. Dalam keadaan yang sebenarnya ga’ tahu
alur ceritanya, dan hanya bermodal tatapan yang penuh sindirian dan senyuman
yang menjengkelkan yang Arga tujukan ke aku beberapa kali diselingan ceritanya.
Membuatku berprasangka dia sedang menyindirku dari ceritanya yang ga’ aku tahu
apa. Karena saat itu aku hanya berpikir kalau tiada hari tanpa dia mencari
masalh denganku.
Akhirnya
aku malah beranjak dari duduk dan berniat memukulnya. Entah dia menyadari
niatku, tapi dia langsung kabur sebelum aku menghampirinya. Dan saat itu kucing dan tikus kembali beraksi. Aku
mengejarnya dengan membawa sapu, sampai akhirnya di depan ruang kelas aku
mendapatkannya dan memukul kakinya dengan sapunya. Kemudian...
“Apa
yang kalian lakukan di luar kelas pada jam pelajaran?”,kami ke pergok guru dan
akhirnya di suruh kembali masuk kelas.
Dan
saat kembali ke dalam kelas itulah aku tahu cerita lengkapnya dan penjelasan
benarnya dari teman-temanku. “Oh..tidaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkk!!!!” teriakku
dalam hati saking malunya. Sampai aku ga’ bisa berkata apa-apa lagi dan ga’
berani memandang wajahnya. Aku benar-benar malu bahkan teman-teman jadi pada
mentertawakanku dan itu semakin membuatku malu dan rasanya pengen nangis.
“Sudah-sudah,
jangan dibahas lagi!”,tiba-tiba aku terkejut dengan perkataan Arga itu.
Padahal
aku sudah salah paham sampai memukulnya, tapi dia malah bersikap baik padaku
sampai menyuruh teman-teman berhenti mengejekku dan membahas masalah itu. Entah
mungkin dia menyadari ekpresiku yang hampir nangis, makanya dia begitu atau
hanya ingin bersikap sok baik sebelum melakukan pembalasan padaku. Hanya saja,
itu ga’ masalah untukku. Karena dia mampu membuat emosiku kembali stabil dan
perasaanku jadi lebih baik.
Ketika
istirahat tiba, aku dan teman-temanku juga dengan Arga, rame-rame bareng ke
warung di seberang sekolah. Dan ketika beberapa langkah baru keluar kelas, apa
yang aku duga ternyata memang benar. Arga mengungkit kembali masalah di kelas
tadi sambil tertawa lucu. Dia sengaja menghentikan teman-teman yang lain
mengejekku dan menertawakanku, agar dia sendiri yang bisa sepuasnya mengejekku
dan menertawakanku. Tapi kalau dia, aku
sama sekali ga’ merasa sedih dan pengen nangis, melainkan pengen mukul. Dasar
menyebalkan begitu pikirku. “Argaaaaaaaaaaaaa!!!”, teriakku dan dia lari. Aku
mengejarnya karena ga’ sabar menendang kakinya.
Mungkin
itu pengalaman yang sangat memalukan untukku dan seharusnya aku berniat untuk
melupakannya, tapi harus aku akui berkat Arga, kenangan itu tidak lagi menjadi kenangan yang memalukan
yang ingin aku lupakan tapi ingin aku kenang. Dia merubah suasana hatiku menjadi
senang walaupun terlihat aku seperti kesal sampai harus mengejarnya hanya untuk
memukulnya. Aku ga’ tahu apa dia sengaja
karena memang ingin iseng ke aku atau dia tahu bagaimana cara membuatku
bersemangat dan terlihat ceria.
Dia
cukup unik untukku, aku ga’ tahu dia itu harus aku bilang apa, teman atau musuh. Teman karena dia
sebenarnya baik padaku dan sering membelaku atau berada dipihakku, musuh karena
dia suka cari masalah denganku dengan mengisengiku dan mengolok-olokku, hanya
saja dia tidak pernah mengatakan hal yang kasar selain yang waktu itu.
Harus
aku katakan pada awalnya sebelum kami mulai mengenal baik dan sering bertengkar, aku membencinya, dia makhluk yang
sangat membuatku kesal dan tidak ada yang aku sukai di dirinya walaupun kata
sebagian teman-teman dan juniorku dia sempurna. Tapi semua rasa benciku itu
kemudian lama-kelamaan semakin berkurang dengan semakin seringnya “kucing dan
tikus” beraksi dan ketika sikap baiknya ke aku mulai aku sadari dan terlihat
tulus olehku.
Dari
orang yang menyebalkan, Arga kemudian menjadi orang yang baik kepadaku, bahkan
pada suatu ketika aku akan mengetahui kalau hanya
dia yang benar-benar baik padaku.
Bersambung....
24 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar