BAB II
KERJA SAMA SEKOLAH DENGAN
MASYARAKAT
A. Dasar dan Tujuan Kerja Sama Sekolah
dengan Masyarakat
1.
Dasar
Kerja Sama Sekolah dengan Masyarakat
Jika dilihat dari sisi maknanya,
hubungan sekolah dan masyarakat memiliki pengertian yang sangat luas sehingga
masing – masing ahli memilki persepsi yang berbeda – beda, hal ini tentu
disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda – beda, seperti diungkapkan bahwa
“hubungan masyarakat dengan sekolah merupakan komunikasi dua arah antara
organisasi dengan publik secara timbal balik baik dalam rangka mendukung fungsi
dan tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerjasama serta pemenuhan
kepentingan bersama” (international public relation association).
Secara lebih umum dikatakan bahwa
hubungan sekolah dan masyarakat diartikan sebagai suatu proses komunikasi
dengan tujuan meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan
praktek pendidikan serta berupaya dalam memperbaiki sekolah (Soetopo dan
Soemanto; 1992: 236).
a. Kesamaan
Tanggung Jawab
Di dalam GBHN
diegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah,
orang tua, dan masyarakat. Masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok dan
individu-individu yang berusaha menyelenggarakan pendidikan atau membantu
usaha-usaha pendidikan. Dalam masyarakat terdapat berbagai organisasi penyelenggaraan
pendidikan, organisasi keagamaan,
organisasi kepramukaan, organisasi politik, organisasi sosial, organisasi
olaharaga, atau organisasi kesenian yang bergerak dalam usaha pendidikan. Dalam
masyarakat juga terdapat individu-individu atau pribadi-pribadi yang bersimpati
terhhadap pendidikan di sekolah.
b. Kesamaan
Tujuan
Sekolah
menghendaki agar para siswanya kelak menjadi manusia pembangun yang
Pancasilais. Masyarakat juga mengehendaki agar semua warga negara menjadi
manusia pembangun yang Pancasilais. Individu yang Pancasilais diharapkan datang
dari sekolah. Oleh karena itu, antara sekolah dan masyarakat harus mempunyai kesamaan tujuan.
2.
Tujuan
Kerja Sama Sekolah dengan Masyarakat
a. Saling
Membantu dan Saling Mengerti
Waktu
belajar siswa di sekolah sangat terbatas, yaitu tujuh jam. Di luar sekolah
mereka berada di rumah atau di lingkungan masyarakat. Waktu senggang di luar
sekolah dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan atau organisasi, misalnya
kegiatan kepramukaan, keolahragaan, kesenian, dan keagamaan. Selain itu,
masyarakat dapat pula menyelenggarakan pendidikan yang bersifat spesialisasi,
misalnya pendidikan keahlian. Alangkah baik jika program-program yang telah
disusun dikonsultasikan terlebih dahulu dengan pihak sekolah tempat anggota
masyarakat belajar. Lebih baik lagi jika program ersebut disusun bersama,
misalnya dalam rangka mengisi waktu libur atau waktu senggang lainnya.
Jadwal
yang ketat, misalnya sejak anak bangun hingga tidur kembali, dapat memberikan kesempatan
kepada anak untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seperti yang dituntut
GBHN. Perkembangan tersebut diprogramkan oleh dan untuk masyarakat, yang juga
dituntut GBHN. Program bersama yang ketat tidak member kesempatan kepada sang
anak untuk berbuat kurang baik sebab kelelahan setelah mengikuti
kegiatan-kegiatan positif membuat sang anak akan segara beristirahat.
Bermain
piano, menabuh gamelan, serta berolahraga karate, judo, sepak bola, dan
sebagainya adalah kegiatan positif. Pelajaran tersebut mungkin sudah diberikan
di sekolah, tetapi karena waktunya sangat terbatas, yang diberikan tentu hanya
dasar-dasarnya. Oleh karena itu, masyarakatlah yang bertugas memperdalam
pengetahuan dan keterampilan anak.
b. Membantu
Keuangan, Bangunan, dan Barang
Pendidikan
yang baik membutuhkan ruang belajar, alat bantu, dan dana yang cukup. Dana yang terdapat di sekolah
biasanya terbatas, yaitu dari anggaran rutin, SPP, dan proyek Pelita, untuk
sekolah yang sedang mendapat alokasi dan subsidi anggaran dari pemerintah.
Untuk
mengatasi hal itu, masyarakat dapat membantu sekolah melalui BP3. Anggota
masyarakat yang berminat dan bersimpati dapat memberikan bantuan kepada
sekolah, misalnya berupa alat bantu pendidikan, uang, dan buku perpustakaan.
Secara umum hubungan sekolah dan
masyarakat memiliki tujuan yang hendak dicapai yakni berupa peningkatan
mutu pendidikan, sehingga pada gilirannya, masyarakat akan merasakan dampak
langsung dari kemajuan tersebut. adapun tujuan yang lebih kongkrit hubungan
sekolah dan masyarakat antara lain:
·
guna
meningkatkan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan peserta didik.
·
berperan
dalam memahami kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang sekaligus menjadi desakan
yang dirasakan saat ini.
·
berguna
dalam mengembangkan program-program sekolah kearah yang lebih maju dan lebih
membumi agar dapat dirasakan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan.
B.
Bidang
Kerja Sama Sekolah dengan Masyarakat
1.
Bidang
Pendidikan Moral Pancasila
Peendidikan
Moral Pencasila harus diajarkan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi. Penghayatan terhadap nilai-nilai Pencasila tidak hanya dilaksanakan di
sekolah, tetapi juga dapat dilaksanakan di rumah karena anak lebih banyak
berada di masyarakat daripada di sekolah. Oleh karena itu, masyarakat harus
turut berpartisipasi agar proses pembentukan manusia Pancasila dapat segera
tercapai. Selain itu, organisasi-organisasi keagamaan, kepramukaan, kesosialan,
dan sebagainya diharapkan turut berperan dalam proses pembinaan manusia
Pancasila.
2.
Bidang
Pendidikan Olahraga
Manusia
Pancasila seperti yang dicita-citakan GBHN adalah manusia yang sehat jasmani
dan rohani. Karena pembinaan olahraga di sekolah sangat terbatas,
latihan-latihan sebagai penambahan dan pengembangan jasmani perlu diadakan di
lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, berbagai perkumpulan olahraga yang
tergabung dalam KONI sangat bermanfaat untuk mempercepat proses pembinaan
jasmani, misalnya melalui PBSI, PBVSI, Pelti, PASI dan PSSI.
3.
Bidang
Pendidikan Kesenian
Seperti
bidang olehraga, pendidikan kesenian di sekolah sangat terbatas waktunya. Untuk
itu, berbagai perkumpulan kesenian yang terdapat di lingkungan masyarakat
sangat membantu proses pembinaan kecintaan anak terhadap kesenian, misalnya
seni tari, karawitan, drama, music, dan pahat. Selain itu, sifat tenggang rasa,
demokratis, dan kreativitas dapat dikembangkan melalui pendidikan kesenian.
Pementasan-pementasan yang diadakan bersama antara sekolah dan masyarakat juga
sangat membantu proses pembinaan jiwa seni anak.
4.
Bidang
Pendidikan Anak-anak Berkelainan
Ternyata
di sekolah terdapat anak pandai luar biasa, anak yang normal, dan anak yang
mengalami hambatan dalam belajar. Anak yang pandai luar biasa pun memerlukan
bimbingan khusus. Oleh karena itu, para ahli diharapkan mengulurkan bantuan
agar anak tersebut dapat dipercepat proses pendidikannya. Pendidikan di SD
mungkin cukup 4-5 tahun. Jika anak tersebut dibina dengan baik, mungkin dalam
usia 20-22 tahun sudah menjadi sarjana yang berguna bagi masyarakat dan negara.
Anak-anak
yang mengalami hambatan dalam belajar juga perlu mendapat bantuan khusus. Anak
tersebut mungkin kurang penglihatan, kurang pendengaran, cacat tubuh, atau
karena sebab-sebab lain. Untuk mengatasi hal itu, masyarakat dapat membantu
mereka dengan jalan membentuk organisasi-organisasi social, sekolah luar biasa,
atau bantuan khusus kepada mereka. Di dalam kelompok anak berkelainan mungkin
terdapat pula anak nakal. Kelompok anak nakal perlu diperhatikan secara khusus,
baik oleh sekolah, orang tua, maupun masyarakat agar mereka tidak mengganggu
ketertiban lingkungan.
5.
Bidang
Pendidikan Keterampilan
Di
sekolah anak-anak dituntut untu k memperoleh keterampilan, misalnya di bidang
pertanian, teknik, atau jasa. Pendidikan keterampilan membutuhkan waktu lama
karena jumlah jam pelajaran keterampilan di sekolah tidak memungkinkan sehingga
dibutuhkan kerja sama erat dengan berbagai organisasi dalam masyarakat. Di
bidang teknik, misalnya, perlu dibentuk kerja sama dengan dinas perindustrian,
tukang, pandai besi, dan pabrik. Untuk
bidang-bidang lain, misalnya, perlu dibentuk kerja sama dengan dinas
pariwisata, kantor-kantor, dan hotel-hotel.
C.
Pola Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat
1.
Pola Kerjasama Program Permagangan/PKL
Kombinasi pembelajaran teori di ruang kelas
dan perpustakaan (Theoretical Learning) dan pembelajaran
praktek di laboratorium (Practical Learning) dirancang
sedemikian rupa dalam rangka menghasilkan lulusan dengan tingkat mutu tertentu
yang siap memasuki dunia kerja. Keberhasilan pendidikan vokasi tidak hanya
diukur dari segi mutunya saja melainkan juga dari segi relevansinya. Hubungan
mutu dan relevansi ibarat dua sisi dari satu keping mata uang.
2.
Pola Kerjasama Program Pelatihan
Pelatihan dan pengembangan yang
dilakukan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia telah dilakukan dengan
berbagai pendekatan yang bersifat konvensional (pedagogis) Pelatihan adalah
serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian,
pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang individu. Pelatihan
berkenaan dengan perolehan keahlian-keahlian atau pengetahuan tertentu.
Pada pola kerjasama Program Pelatihan ini
dititikberatkan pada optimalisasi seluruh sumberdaya yang ada di sekolah
untuk bisa digunakan pada proses pelatihan bagi tenaga pelaksana industri dan
juga merupakan sarana untuk menjadikan kemitraan dengan industri agar tetap
berkesinambungan, dengan pola kerjasama pelatihan ini diharapkan bahwa
kedekatan industry dengan sekolah akan tetap terjaga dengan inten, karena
terjadi ikatan yang saling membutuhkan dan saling memberikan manfaat.
Pola kerjasama ini harus dilakukan dengan
inisiatif awal dari sekolah dengan pola jemput bola, mendatangi industri untuk
mencari kebutuhan kompetensi yang bisa mendorong kemajuan industri dari sisi
kemampuan sumberdaya manusia minimal untuk tingkat pelaksana (operator)
industri, yang pada akhirnya industri akan tumbuh dan berkembang melalui
penambahan kompetensi,dan sekolah bisa menjamin pola pelatihan,peralatan yang
tersedia dan para pengajar memang memiliki kemampuan.
3.
Pola
Kerjasama Program Produksi (Produk Inovatif)
Pola kerjasama dalam bidang produksi adalah
suatu upaya dalam implementasi kurikulum, dengan metoda Production Base
Education (PBE), dengan harapan untuk lebih mempertajam kompetensi
yang didapatkan dari para siswa, hal ini bisa dilakukan apabila set-up peralatan
dan sarana labolatorium dan bengkel memadai untuk melakukan kegiatan produksi
disamping tuntutan kompetensi para pengajar yang paling tidak setara dengan
para supervisor industry, baik secara hard skill atau pun soft skill,pola ini
lah nanti yang bisa disebut dengan Teaching Factory, dan ini bisa
berjalan dengan efektif apabila pihak sekolah mampu meyakinkan industry
disekitarnya untuk menjadi mitra dalam kegiatan produksi dan sekaligus menjadi
vendor dari industri disekitarnya.
4.
Pola
Kerjasama Program Penyaluran Lulusan
Pola kerjasama Program Penyaluran lulusan
adalah ujung tombak dari seluruh program, karena inilah yang akan menjadi tolak
ukur dari keberhasilan dalam proses akhir dari kegiatan pembelajaran dengan
harapan bahwa semua output menjadi outcome, salah satu upaya yang dilakukan
adalah dengan kerjasama industry kemitraan dalam proses recruitment lulusan,
hal ini harus dilakukan dengan inisiatif dari pihak sekolah menyampaikan data
dan kompetensi dari lulusan dan bisa memberikan jaminan bahwa lulusan yang akan
disalurkan memeiliki kompetensi yang memadai dan sesuai dengan standar
kebutuhan industri, baik secara Knowledge Skills dan Attitude.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar