LAYANAN
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(TUNANETRA DAN
TUNARUNGU)
UNTUK MEMENUHI
TUGAS MATA KULIAH :
PENDIDIKAN ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
DOSEN :
Ali Rahman, M.Pd
Disusun oleh :
Kelompok 7
MILADIAH A1E308046
RESTYANI A A1E308259
SRI MARYATI A1E308265
MAIRISA
R A1E308274
M.
NAZLUL M A1E308050
DEDY
S A1E308250
KEMENTERIAN
DAN KEBUDAYAAN NASIONAL
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM S1 PGSD
BANJARMASIN
2012
Layanan
dan Fasilitas Anak Tunanetra dan Tunarungu
I.
Bentuk
Layanan Pendidikan Anak Tunanetra di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga
pendidikan formal yang secara sistematik
melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam
rangka membantu anak tunanetra agar mampu
mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Melalui
program bimbingan, pengajaran, dan latihan anak
tunanetra mendapatkan perhatian khusus dalam hal interaksi sosial di sekolah. Dalam hal ini, guru memiliki
peran yang besar, agar anak tunanetra memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan individu lain
yang berada di sekitar sekolah. Guru membimbing anak
tunanetra secara bertahap, disesuaikan dengan dasar
pengalaman anak tunanetra ketika berada dalam lingkungan rumahnya.
Program bimbingan,
pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan
guru dalam bentuk:
1. Bimbingan untuk mengenal situasi sekolah, baik dari
sisi fisik bangunan maupun dari sisi interaksi orang
per-orang.
2.
Menumbuhkembangkan
perasaan nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.
3.
Melatih
kepekaan indera-indera tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman kognitif, afektif dan psikomotornya.
4.
Melatih
keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal yang tidak ia temui ketika berada di rumah.
5.
Menumbuhkan
kepercayaan diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.
6.
Melatih
mobilitas anak untuk mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan dilakukan dengan teman sebaya.
7.
Memberikan
pendidikan etika dan kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan etika yang
berlaku di rumah dapat berbeda ketika anak tunanetra
masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian individu.
8.
Mengenalkan
anak tunanetra dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal ini dapat memberikan pemahaman bahwa tiap kelompok memiliki
karakter interaksi yang berbeda. Misalnya kelompok
anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang dewasa.
Interaksi sosial yang baik
maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui
proses belajar,
bimbingan dan latihan. Pengaruh
internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat.
Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat
menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik
dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program
pengembangan interaksi sosial.
Strategi
khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tunanetra menurut Hardman, M.L. dkk
(1990) paling tidak meliputi 3 hal, yaitu (a) mobility training and daily living skill, yaitu latihan untuk
berjalan dan orientasi tempat dan ruang dengan berbagai sarana yang diperlukan
serta latihan keterampilan kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman
uang, belanja, mencuci, memasak, kebersihan diri, dan membersihkan ruangan ;
(b) tradisional curriculum content area,
yaitu orientasi dan mobilitas, keterampilan berbahasa termasuk ekspresinya,
keterampilan berhitung dan (c) communication
media, yaitu penguasaan Braille dalam komunikasi.
Anastasia
Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw, (1995) menyatakan bahwa layanan khusus bagi
anak tunanetra meliputi :
a.
Penguasaan Braille
Penguasaan
Braille yang dimaksud adalah kemampuan untuk menulis dan membaca Braille.
Keteranpilan menulis berkaitan dengan penggunaan alat tulis Braille, yaitu
reglet, mesin ketik Braille ; penulisan huruf, angka, kombinasi angka dan
huruf, dan komputer Braille. Sedangkan membaca lebih berkaitan dengan
keterampilan membaca dari berbagai media tulisan.
b.
Latihan orientasi dan mobilitas
Latihan
orientasi dan mobilitas adalah jalan dengan pendamping awas, latihan jalan
mandiri, latihan jalan dengan menggunakan alat bantu jalan (tongkat dan sign guide). Selain itu juga perlu
penguasaan latihan bantu diri di kamar mandi dan WC, di kamar makan, di kamar
tidur, di dapur, di kamar tamu sampai mampu mandiri ke sekolah dan tempat yang
lain.
c.
Penggunaan alat bantu dalam pembelajran berhitung
dan matematika, meliputi cubaritma, papan taylor
frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, dan beberapa konsep matematika Braille.
d.
Pembelajaran pendidikan jasmani bagi
anak tunanetra. Pembelajaran pendidikan jasmanai bagi anak tunanetra
menggunakan pendidikan jasmani adaftif. Adaptasi yang dilakukan berkaitan
dengan jenis kecacatan anak, kemampuan fisik anak dan memodifikasi sarana dan
prasarana olahraga meliputi ukuran lapangan/lintasan, alat yang digunakan dalam
olah raga, dan aturan yang dipakai.
e.
Pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA
sedapat mungkin menggunakan model yang dapat diamati dan diraba oleh anak.
II.
Fasilitas
atau Alat-alat yang Diperlukan dalam Belajar Anak Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra
dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan
alat peraga.
a. Alat pendidikan khusus anak
tunanetra antara lain: 1) Reglet dan
pena atau stilus, 2) Mesin tik Braille, 3) Komputer
dengan program Braille, 4) Printer Braille, 5) Abacus, 6)
Calculator bicara, 7) Kertas braille, 8) Penggaris Braille, 9)
Kompas bicara, 10) Tongkat putih, 11) Tongkat Laser
(Laser Cane), 12) Sonic Guide (Penuntun Bersuara).
b. Alat Peraga. Alat peraga
tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau
pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:1. benda asli : makanan, minuman,
binatang peliharaan 2. benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas
atau yang sulit di dapatkan, 3. benda asli yang dikeringkan, 4. benda/model
tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan,
Fasilitas
penunjang pendidikan untuk anak tunanetra secara umum sama dengan anak normal,
hanya memerlukan penyesuaian untuk informasi yang memungkinkan tidak dapat
dilihat, harus disampaikan dengan media perabaan atau pendengaran. Fasilitas
fisik yang berkaitan denga gedung, seyogyanya sedikit mungkin parit dan variasi
tinggi rendah lantainya, dinding dihindari yang mempunyai sudut lancip dank
eras. Perabot sekolah sedapat mungkin dengan sudut yang tumpul.
Fasilitas penunjang
pendidikan yang diperlukan anak tunanetra menurut Anastasia Widjajanti dan
Immanuel Hitipeuw (1995) adalah Braille dan peralatan orientasi dan mobilitas,
serta media pelajaran yang memungkinkan anak untuk memanfaatkan fungsi perabaab
dengan optimal.
Fasilitas
pendidikan bagi anak tunanetra antara lain adalah :
a.
Huruf Braille
Huruf
Braille merupakan fasilitas utama penyelenggaraan pendidikan bagi anak
tunanetra. Huruf Braille ditemukan pertama kali oleh Louis Braille. Cara
membaca huruf Braille sama seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan.
Sedangkan untuk menulis, prinsip kerjanya berbeda dengan membaca. Cara menulis
huruf Braille tidak seperti pada umumnya yaitu mulai dari kanan ke kiri,
biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis Braille
secara negatif akan menghasilkan tulisan secara timbul positif, yang dibaca
adalah tulisan timbulnya.
Ada
tiga cara untuk menulis Braille, yaitu dengan (1) reglet dan pen atau stilus,
(2) mesin tik Braille, dan (3) computer yang dilengkapi dengan printer Braille.
Media yang digunakan berupa kertas tebal yang tahan lama (manila, atau yang
lain). Kertas standar untuk Braille adalah kertas braillon.
b.
Tongkat putih
Tongkat
putih merupakan fasilitas pendukung anak tunanetra untuk orientasi dan mobilitas.
Dengan tongkat putih anak tunanetra berjalan untuk mengenali lingkungannya.
Berbagai media alat bantu mobilitas dapat berupa tongkat putih, anjing
penuntun, kacamata elektronik, tongkat elektronik.
Program
latihan orientasi dan mobilitas meliputi jalam dengan pendamping awas, jalan
mandiri, dan latihan bantu diri (latihan di kamar mandi dan WC, latihan di
kamar makan, latihan di kamar tidur, latihan di dapur, latihan di kamar tamu)
dan latihan orientasi sekolah.
c.
Laser
cane
(tongkat laser)
Tongkat
laser adalah tongkat penuntun berjalan yang menggunakan sinar inframerah untuk
mendteksi rintangan yang ada pada jalan yang akan dilalui dengan member tanda
lisan (suara)
d.
Sonic
guide (penuntun bersuara)
e.
Optacon
dan optacon II
f.
Kurzweil
reading machine
g.
Versabraille
dan versabraille II
III. Bentuk Layanan Pendidikan Anak
Tunarungu di Sekolah
Layanan
pendidikan yang spesifik bagi tuna rungu adalah terletak padapengembangan
persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kauffman (1988) menyatakan bahwa
ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunikasi anak tunarungu, yaitu Auditory training, speechreading, sing
language and fingerspelling.
Ada beberapa
cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu :
a.
Metode oral, yaitu cara melatih anak
tunarungu dapat berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang
mendengar. Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk
berbahasa secara verbal. Dalam hal ini Van Uden, menyarankan diterapkannya
prinsip cybernetic yaitu prinsip yang
menekankan perlunya suatu pengontrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang
menimbulkan bunyi, dirasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberikan umpan
balik terhadap gerakan yang akan menimbulkan bunyi selanjutnya.
b.
Membaca ujaran. Dalam dunia pendidikan
membaca ujaran sering disebut juga dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencakup
pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses
bicara.
c.
Metode manual. Metode manual yaitu cara
mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan
jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsure gesti atau gerakan
tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan
modalitas gesti-visual.
d.
Ejaan jari. Ejaan jari adalah penunjang
bahsa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar dapt
dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu (1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded), (2) ejaan jari denga kedua
tangan (twohanded), dan (3) ejaan
jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.
e.
Komunikasi total. Komunikasi total
merupakan upaya perbaikan dalam mengajarkan komunikasi anak tunarungu. Istilah
komunikasi total pertama kali dicetuskan oleh Holcomb (1968) dan dikembangkan
lebih lanjut oleh Denton (1970) dalam Permanarian Somad dan Tatti Herawati
(1996). Komunikasi total merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah
satu modus atau semua cara komunikasi yaitu penggunaan system isyarat, ejaan
jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar dan
menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai kebutuhan dan kemampuan
seseorang.
IV. Fasilitas atau Alat-alat yang
Diperlukan dalam Belajar Anak Tunarungu
Fasilitas
penunjang untuk pendidikan anak tunarungu secara umum relative sama dengan anak
normal. Seperti papan tulis, buku, buku pelajaran, alat tulis, sarana bermain
dan olah raga. Namun karena anak tunarungu mmepunyai hambatan dalam mendengar
dan berbicara, maka merekan memrlukan alat bantu khusus, alat khusus antara
lain menurut permanarian somad dan tati herawati (1996) adalah audiometer, hearing aids, telephone
typewriter, mikro komputer, audio
visual, tape recorder, spatel dan
cermin.
a.
Audiometer
Audiometer
adalah alat elektronik untuk mengukur taraf kehilangan pendengaran seseorang.
Ada dua jenis audiometer yaitu audiometer oktaf dan audiometer kontinyu.
Audiometer oktaf untuk mengukur frekuensi pendengaran : 125 – 250 – 500 – 1000
– 2000 – 4000 – 8000 Hz. Audiometer kontinyu mengukur pendengaran antara 125 –
12000 Hz.
b.
Hearing aids
Hearing aids
atau alat bantu dengar mempunyai tiga unsur utama, yaitu microphone, amplifer, dan receiver.
Sedangkan prinsip kerjanya adalah sebagai berikut : suara (energi akustik)
diterima microphone, kemudian diubah
menjadi energi listrik dan dikeraskan melalui amplifer, kemudian diteruskan ke receiver (telepon) yang mengubah kembali
energi listrik menjadi suara seperti alat pendengaran pada telepon dan
diarahkan ke gendang telinga (membrane
Tympany).
Alat
bantu dengan hearing aids ada bermacam-macam yaitu diselipkan di belakang
telinga, di dalam telinga, dipakai pada saku kemeja (pocket), atau yang dipasang pada bingkai kacamata. Dengan
menggunakan alat bantu dengar (hearing
aids) anak tunarungu dapat berlatih mendengarkan, baik secara individual
maupun secara kelompok.
c.
Telephone
typewriter
Telephone typewriter
atau mesin penulis telepon merupakan alat bantu bagi anak tunarungu yang
memungkinkan mereka mengubah pesan-pesan yang diketik menjadi tanda-tanda
elektronik yang diterjemahkan secara tertulis (huruf cetak).
Mesin
tulis telepon terdiri dari telepon yang dilengkapi dengan alat pendengar, lampu
kedap kedip sebagai tanda panggilan, mesin tulis, komputer dan amplifer. Mesin
tulis ini memungkinkan perubahan pesan suara yang masuk ke dalam computer dan
mengubah tanda-tanda elektronik dan bunyi pada frekuensi yang berlainan yang
kemudian disampaikan melalui telepon dan diubah kembali menjadi huruf tercetak
yang dapat dimengerti oleh anak tunarungu.
d.
Mikro computer
Mikrokomputer
merupakan alat bantu khusus yang dapat memberikan informasi secara visual. Alat
bantu ini sangat membantu bagi anak tunarungu yang mengalami kelainan
pendengaran berat. Keefektifan penggunaan mikrokomputer tergantung pada software dan materinya harus dapat
dimengerti oleh anak tunarungu.
e.
Audio visual
Alat
bantu audiovisual dapat berupa film, video
tapes, TV. Penggunaan audiovisual tersebut sangat bermanfaat bagi anak
tunarungu, karena mereka dapat memperhatikan sesuatu yang ditampilkan sekalipun
dalam kemampuan mendengar yang terbatas. Sebagai contoh, penayangan film-film
pendidikan, film ilmiah popular, film kartun, dan siaran berita TV dengan
bahasa isyarat.
f.
Tape
recorder
Tape recorder sangat
berguna untuk mengontrol hasil ucapan yang telah direkam, sehingga kita dapat
mengikuti perkembangan bahasa lisan anak tunarungu dari hari ke hari dan dari
tahun ke tahun. Selain itu, tape recorder
sangat membantu anak tunarungu ringan dalam menyadarkan akan kelainan
bicaranya, sehingga guru artikulasi lebih mudah membimbing mereka dalam
memperbaiki kemampuan bicara mereka. Tape
recorder dapat pula digunakan untuk mengajar tunarungu yang belum
bersekolah dalm mengenal gelak tawa, suara-suara hewan, perbedaan antara suara
tangisan dengan suara omelan dan sebagainya.
g.
Spatel
Spatel
adalah alat bantu untuk membetulkan posisi organ bicara, terutama lidah. Spatel
digunakan untuk menekan lidah, sehingga kita dapat membetulkan posisi lidah
anak tunarungu. Dengan posisi lidah yang benar mereka dapat bicara dengan
benar.
h.
Cermin
Cermin
dapat digunakan sebagai alat bantu anak tunarungu dalam belajar mengucapkan
sesuatu dengan artikulasi yang benar. Di samping itu, anak tunarungu dapat
menyamakan ucapannya melalui cermin dengan apa yang diucapkan oleh guru atau artikulator
(speech therapist). Dengan
menggunakan cermin, articulator dapat mengontrol gerakan-gerakan yang tidak
tepat dari anak tunarungu, sehingga mereka menyadari dalam mengucapkan
konsonan, vokal, kata-kata, kalimat secara benar.
DAFTAR PUSTAKA
Uhay.
2009. Interaksi Sosial Anak Tunanetra di
SLB. http://pendidikanabk.wordpress.com/category/tuna-netra/:
Online.
Anonim.
2011. Anak-anak Berkebutuhan Khusus
(tunanetra). http://dapah.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_4795.html:
Online.
Suparno,
Heri Purwanto. 2007. Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar