LAYANAN
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
TUNAGRAHITA
DAN TUNADAKSA
Disusun untuk memenuhi tugas :
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen pengampu :
Ali Rahman, M.Pd
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Kelas / semester VIII B
M .Najib A1E308032
Rahmat hidayat A1E308260
Sri Moeriati Andine A1E308285
Ratnawati A1E308222
Inawati A1E308291
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S1 PGSD
BANJARMASIN
2012
A. Bentuk Layanan Pendidikan Anak
Tunagrahita di Sekolah
Pendekatan
layanan pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan
individual dan pendekatan remediatif . Pendekatan individual didasarkan pada assesment kemampuan untuk mengembangkan
sisa potensi yang ada dalam dirinya. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak
tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam
mengelola diri sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri
sendiri dan pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannnya.
Layanan
pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan sensomotorik, terapi
bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran
dilakukan secara individual dan remediatif. Perkembangan kemampuan anak
berdasarkan tingkat kemampuan kognitifnya. Anak yang ber IQ 55 - 70 berbeda dengan yang ber IQ 35 – 55. Sehingga
dalam sebaran IQ tersebut juga berbeda
dalam layanan masing-masing.
B. Contoh Model Layanan Pendidikan
Khusus Anak Tunagrahita
Pelayanan
pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:
1. Kelas Transisi
Kelas
ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak
tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga
pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi
merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD
dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C,
C1).
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3. Pendidikan
terpadu
Layanan pendidikan pada model ini
diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama
dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk
matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan
mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB
terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di
sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk
kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam
belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow
Learner).
4. Program
sekolah di rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak
tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena
keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara
mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama
antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5. Pendidikan
inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu
model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh,
menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan
pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita
belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang
sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru
reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan
kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas.
Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat
ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
6. Panti
(Griya) Rehabilitasi
Panti
ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai
kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda
seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus
pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
a. Pengenalan
diri
b. Sensorimotor
dan persepsi
c. Motorik
kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d. Kemampuan
berbahasa dan dan komunikasi
e. Bina
diri dan kemampuan sosial
C. Fasilitas atau Alat-alat Bina Diri
Fasilitas
pendidikan untuk anak tungrahita relatif
sama dengan fasilitas pendidikan untuk anak umum di sekolah dasar dan fasilitas
pendidikan di taman kanak-kanak. Fasilitas pendidikan lebih diarahka untuk
latihan sensorimotorik dan pembentukan motorik halus. Walaupun demikian
fasilitas yang berkaitan dengan pembinaan motorik kasar juga perlu disediakan
secara garis besar fasilitas pendidikan yang harus disesuaikan dengan
karakteristik anak tunagrahita adalah :
a. Fasillitas
pendidikan yang berkaitan latihan sensorimotor
Fasilitas pendidikan dan penunjang
pendidikan bagi anak tunagrahita yang berkaitan dengan latihan sensorimotorik
di antaranya :
· Berkaitan
dengan visual : berbagai bentuk benda
· Berkaitan
dengan perabaan dan motorik tangan : manik-manik, benang, krayon, wash, lotion,
dan lain-lain
· Berkaitan
dengan pembau : kamper. Minyak kayu putih
· Berkaitan
dengan koordinasi : menara gelang,
puzzle
b. Fasilitas
pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan keseharian
Fasilitas yang berkaitan dengan
kehidupan keseharian, berupa permainan untuk mendukkung aktivitas kehidupan
sehari-hari, diantaranya :
· Latihan
kebersihan dan gosok gigi
· Latihan
berpakaian dan bersepatu
· Permainan
dengna boneka
c. Fasilitas
pendidikan yang berkaitan dengan motorik kasar
Fasilitas yang berkaitan dengan
latihan motorik kasar diantaranya dapat berupa :
· Latihan
bola kecil
· Latihan
bola besar
· Permainan
keseimbangan
D. Bentuk Layanan pendidikan Khusus Tunadaksa
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada
bina gerak. Untuk memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan
terapi, khususnya fisioterapi untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak
agar tidak semakin menurun kemampuannnya. Selain itu dukungan untuk bina diri
diperlukan terapi okupasi dan bermain. Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998)
layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :
a. Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak
tunadaksa
b. Program pendidikan sekolah
c. Layanan bimbingan dan konseling
Pendekatan multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang
melibatkan berbagai ahli terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan
memampuan yang dimiliki oleh anak. Beberapa ahli terkait memberikan layanan
rehabilitasi adalah ahli medis (dokter), dokter tulang, dokter syaraf, ahli
pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, ahli fisioterapi, ahli terapi
okupasi, ahli pendidikan khusus. Dalam program rehabilitasi dikenal empat
stadium, yaitu pertama, stadium akut antara 0 – 6 sejak menderita. Pada stadium
ini merupakan stadium “survival”, berjuang untuk bertahan hidup. Kedua, stadium
sub acut: 6 – 12 minggu, merupakan stadium perawatan rutin, pemberian
fisioterapi dan terapi okupasi agar perkembangan otot dapat pulih dan tumbuh
walaupun minimal. Ketiga, stadium mandiri; pada stadium ini anak lebih
diarahkan untuk memperoleh keterampilan kerja untuk kehidupan mendatang.
Keempat, stadium “after care”; pada stadium ini anak dipersipkan kembali
ke rumah atau ke sekolah untuk mengikuti program pendidikan selanjutnya.
Program
pendidikan sekolah bagi mereka yang tidak mengalami kelainan mental relatif
sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus dikembangkan melalui
fisioterapi dan terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan motoriknya. Orientasi
pembelajaran juga lebih bersifat individu, walaupun dapat juga secara klasikal.
Bagi anak cerebral palcy, binagerak masih terus diupayakan agar anak memperoleh
perkembangan yang optimal.
Layanan
bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan “self-respect”
(menghargai diri sendiri). Sunarya Kartadinata, (1998/1999) menyatakan bahwa
anak tunadaksa perlu mengembangkan self-respect, yaitu menghargai diri sendiri
dengan cara menerima diri sesuai dengan apa adanya, sehingga anak merasa bahwa dirinya
adalah sebagai seorang pribadi yang berharga.
E. Contoh Model Layanan Pendidikan
Khusus Anak Tunadaksa
Sistem layanan pendidikan
segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak
normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya
adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah
dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak
berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus
untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar
Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar
Biasa.
Sistem pendidikan segregasi
merupakan sistem pendidikan yang paling tua. Pada awal pelaksanaan, sistem ini
diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap
kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal.
Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus
memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan
kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk anak tunanetra, mereka memerlukan
layanan khusus berupa braille, orientasi mobilitas. Anak tunarungu memerlukan
komunikasi total, bina persepsi bunyi; anak tunadaksa memerlukan layanan
mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk mendukung fungsi
fisiknya.
Ada
empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
1) Sekolah
Luar Biasa (SLB)
Bentuk
Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB
merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari
tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu
unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah
dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan
saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B),
SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras
(SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan
tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.
Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu
kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga
muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita; SLB-ABCD, yaitu
SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini
terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas
sekolah terbatas.
2) Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa
Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas
asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama
menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada
tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk
satuan pendidikannyapun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A
untuk anak tunanetra, SLB-B untuk anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita,
SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak tunalaras, serta SLB-AB untuk
anak tunanetra dan tunarungu.
Pada
SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di
sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah
anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang
sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas
fasilitas antar jemput.
3)
Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas
jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.
Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah
dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Dalam
penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB
terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru
SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant
teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.
4) Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam
rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah
mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB
merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam
satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan
tunadaksa.
Tenaga
kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra,
guru untuk anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak
tunadaksa, guru agama, dan guru olahraga. Selain tenaga kependidikan, di SDLB
dilengkapai dengan tenaga ahli yang berkaitan dengan kelainan mereka antara
lain dokter umum, dokter spesialis, fisiotherapis, psikolog, speech therapist,
audiolog. Selain itu ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah.
Kurikulum
yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat
dasar yang disesuikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara
individual, kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing.
Pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi. Selain
kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan
pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tunadaksa memperoleh layanan
fisioterapi dan latihan koordinasi motorik.
Lama
pendidikan di SDLB sama dengan lama pendidikan di SLB konvensional untuk tingkat
dasar, yaitu anak tunanetra, tunagrahita, dan tunadaksa selama 6 tahun, dan
untuk anak tunarungu 8 tahun.
Sejalan
dengan perbaikan sistem perundangan di RI, yaitu UU RI No. 2 tahun 1989 dan PP
No. 72 tahun 1991, dalam pasal 4 PP No. 72 tahun 1991 satuan pendidikan luar
biasa terdiri dari:
a) Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6
tahun
b) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar
Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun
c) Sekolah
Menengah Luar Biasa (SMLB) minimal 3 tahun.
Selain itu, pada pasal 6 PP No. 72 tahun
1991 juga dimungkinkan pengelenggaraan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB)
dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun.
F.
Fasilitas
atau Alat-alat yang diperlukan Dalam Belajar Anak Tunadaksa
Fasiltas
pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan dengan prasarana dan sarana langsung
yang diperlukan dalam layanan pendidiakan anak tunadaksa. Prasarana yang
dirancang untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi tiga kemudahan(Musjafak Assjari, 1995), yaitu mmudah keluar masuk,
mudah bergerak dalam dalam ruangan dan mudah ,mengadakan penyesuaian. Sesuai
dengan ketentuan tersebut, bangunan
seyogyanya menghindari model tangga, bila terpaksa harus disediakan
lief, lantai tidak banyak relief, tidak banyak lubang, lebar pintu harus sesuai
, kamar mandi dan WC memungkinkan kursi dan roda bisa masuk, ada parallel bars , dinding kelas di
lengkapi dengan parallel bars, meja
dan kursi anak disesuaikan dengan kelainan anak.
Fasilitas
pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah :
a. Brace
Brace merupakan
alat bantu gerak yang digunakan untuk memperkuat otot dan tulang. Biasanya
digunakan di kaki, punggung atau dileher. Fungsim brace berguna untuk menyangga
beban yang tertumpu pada otot atau tulang.
b. Crutch
Kruk adalah alat
penyangga tubuh yang ditumpukkan pada tangan atau ketiak untuk menyangga beban
tubuh.
c. Splint
Splint adalah
alat untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar agar anggota tubuh
yang sakit tidak salah bentuk.
d. Whell
chair
Menurut
bentuknya kursi roda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kursi roda yang roda besarnya di depan dan
kursi roda yang roda besarnya di belakang. Kursi roda yang roda besarnnya di
depan dapat berputar di tempat yang sempit. Kursi roda yang roda besarnya di
belakang dapat masuk ke kolong tempat tidur, sehingga memudahkan untuk
berpindah tempat.
Selain fasilitas pendukung tersebut
di atas, fasilitas lain yang mendukung pendidikan untuk anak tunadaksa adalah
ruangan terapi dan peralatan terapi. Terapi yang berkaitan langsung dengan anak
tunadaksa adalah fisioterapi terapi bermain, dan terapi okupasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://saung-anggie.blogspot.com/2009/07/model-pelayanan-pendidikan-untuk-anak.html diakses pada
tanggal 14 maret 2012
Suparno.
2007. Pendidikan Anak Brekebutuhan Khusus.
Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan.
BERMANFAAT :)
BalasHapus