MAKALAH
ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
(TUNARUNGU,
TUNANETRA, TUNAGRAHITA)
Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
Anak
Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu :
Ali Rahman, M.Pd
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Rahmad Rizani AIE308251
Ari Hidayat A1E308256
Helnawati A1E308271
Rahmawati AIE308270
M. Dian Faizal AIE308279
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S1
PGSD
BANJARMASIN
2012
KLASIFIKASI
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(TUNANETRA,
TUNARUNGU, TUNAGRAHITA)
A. TUNANETRA
a.
Pengertian
Tunanetra
Secara harafiah
tunanetra berasal dari dua kata, yaitu: a) Tuna (tuno:Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikan dengan
rusak, hilang, terhambat, terganggu tidak memiliki dan b) Netra (netro:Jawa) yang berarti mata. Namun
demikian kata tunanetra adalah satu
kesatuan yang tidak terpisahkan yang berarti adanya kerugian yang disebabkan
oleh kerusakan atau terganggunya organ mata, baik anatomis maupun fisiologis.
Secara umum, istilah tunanetra digunakan untuk
menggambarkan tingkatan kerusakan atau gangguan penglihatan yang berat sampai
pada yang sangat berat, yang dikelompokkan secara umum menjadi buta dan kurang
lihat. Sebagian ahli mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low vision), buta (blind), dan buta total (totally
blind). Perlu anda pahami bahwa kerusakan yang terjadi pada organ
penglihatan (mata) dapat meliputi kerusakan yang ringan sampai yang sangat
berat. Anak yang memilki kerusakan ringan pada penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia) masih dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata
dan bisa mengikuti pendidikan seperti anak yang lainnya, secara umum tidak
dikelompokkan pada tunanetra.
b.
Klasifikasi
Tunanetra
1.
Berdasarkan
Tingkat Ketajaman Penglihatan (Visus)
a)
Tingkat
ketajaman 20/20 feet – 20/50 feet (6/6 m – 6/16 m)
Pada tingkat ketajaman
penglihatan ini masih digolongkan tunanetra taraf ringan dan masih dapat
mempergunakan mata relatif secara normal. Kemampuan pengamatan visual masih
cukup baik dan dapat mempergunakan alat bantu pendidikan secara normal
b)
Tingkat
ketajaman 20/70 feet – 20/200 feet (6/20 m – 6/60 m)
Istilah tunanetra
kurang lihat (low vision) ada pada
tingkat ketajaman ini. Dengan memodifikasi obyek atau benda yang dilihat atau
menggunakan alat bantu penglihatan tunanetra masih terkoreksi dengan baik, disebut
juga tunanetra ringan (partially sight).
c)
Tingkat
ketajaman 20/200 feet atau lebih (6/60 m atau lebih)
Ketunanetraan sudah
digolongkan tingkat berat dan mempunyai taraf ketajaman penglihatan: a).
Tunanetra masih dapat menghitung jumlah jari tangan pada jarak enam meter, b).
Tunanetra mampu melihat gerakan tangan dari instruktur, c). Tunanetra hanya
dapat membedakan terang dan gelap.
d)
Tingkat
ketajaman 0 (visus 0)
Adalah mereka yang buta
total yang sama sekali tidak memiliki rangsangan cahaya bahkan tidak bisa
membedakan terang dengan gelap.
2.
Berdasarkan
Saat Terjadinya
a)
Tunanetra
sejak dalam kandungan (prenatal)
Hal ini terjadi pada
kasus ibu hamil yang menderita penayakit menular ke janin, saat hamil terjatuh,
terjadi keracunan makanan atau obat-obatan ketika sedang mengandung, karena
serangan virus misalnya taxoplasma, atau orang tua yang menurunkan kelainan (hereditar).
b)
Tunanetra
terjadi pada saat proses kelahiran (natal)
Kelainan tunanetra yang
mungkin disebabkan oleh kesalahan pada saat proses kelahiran, misalnya: anak
sungsang, proses kelahiran yang lama sehingga bayi terjepit atau kurang oksigen
atau karena bantuan alat kelahiran berupa penyedotan atau penjepitan.
c)
Tunanetra
terjadi setelah kelahiran (postnatal)
Dapat terjadi dari bayi
(setelah lahir) hingga dewasa, hal ini dapat sisebabkan oleh misalnya
kecelakaan benturan, trauma (listrik, kimia, suhu atau sinar yang tajam),
keracunan, penyakit akut yang diderita.
3.
Berdasarkan
Adaptasi Pendidikan
Klasifikasi
tunanetra ini tidak didasarkan pada hasil tes ketajaman penglihatan,
tetapi didasarkan pada adaptasi/penyesuaian pendidikan khusus yang sangat
penting dalam membantu mereka belajar atau diperlukan dalam membantu layanan
pendidikan yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya. Klasifikasi ini dikemukakan
oleh Kirk (1989: 348-349), yaitu sebagai berikut:
a)
Ketidakmampuan
melihat taraf sedang (moderate visual
disability)
Pada taraf ini, mereka
dapat melakukan tugas-tugas visual yang dilakukan oleh orang “awas” dengan
menggunakan alat bantu khusus dan dibantu dengan pemberian cahaya yang cukup.
b)
Ketidakmampuan
melihat taraf berat (severe visual
disability)
Pada taraf ini, mereka
memiliki kemampuan penglihatan yang kurang baik atau kurang akurat meskipun
dengan menggunakan alat bantu visual dan modifikasi sehingga mereka membutuhkan
lebih banyak waktu dan energi dalam melakukan tugas-tugas visual.
c)
Ketidakmampuan
melihat taraf sangat berat (profound
visual disability)
Pada taraf ini mereka
mendapat kesulitan untuk melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan
tugas-tugas visual yang lebih detail, seperti membaca dan menulis huruf “awas”.
Dengan demikian, mereka tidak dapat menggunakan penglihatannya sebagai alat
pendidikan sehingga indra peraba dan pendengaran memgang peranan penting dalam
menempuh pendidikannya.
c.
Penyebab
Terjadinya Tunanetra
1.
Faktor
Internal
Faktor internal
merupakan penyebab ketunanetraan yang timbul dari dalam diri individu, yang
sering disebut juga faktor keturunan. Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada
perkawinan antarkeluarga dekat dan perkawinan antartunanetra.
2.
Faktor
Eksternal
a)
Penyakit rubella dan syphilis
Rubella
atau campak Jerman merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang sangat
berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis. Apabila seoarng ibu terkena
rubella pada tri semester pertama (3 bulan pertama) maka virus tersebut dapat
merusak pertumbuhan sel-sel pada janin dan merusak jaringan pada mata, telinga
atau organ lainnya sehingga kemungkinan besar anaknya lahir tunanetra atau tuna rungu atau berkelainan lainnya.
Demikian juga dengan syphillis (penyakit
yang menyerang alat kelamin), apabila penyakit itu terjadi pada ibu hamil maka
akan merambat kedalam kandungan sehingga dapat menimbulkan kelainan pada bayi
yang dikandungnya atau bayi tersebut akan terkena penyakit ini sewaktu
dilahirkan.
b)
Glaukoma (Glaucoma)
Glaukoma
merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang berlebihan pada bola mata.
Hal itu terjadi karean struktur bola mata yang tidak sempurna pada saat
pembentukannya dalam kendungan. Kondisi ini ditandai dengan pembesaran bola
mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata, dan merasa silau.
c)
Retinopati diabetes (Diabetic
retinopathy)
Retinopati diabetes
merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan dalam
siplai/aliran darah pada retina. Kondisi ini disebabkan oleh adanya penyakit
diabetes.
d)
Retinoblastoma
Retinoblastoma
merupakan tumor ganas yang terjadi pada retina, dan sering ditemukan pada
anak-anak. Gejala yang dapat dicurigai antara lain, menonjolnya bola mata, adanya
bercak putih pada pupil, strabismus (juling), glaukoma, mata sering merah, atau
penglihatannya sering menurun.
e)
Kekurangan vitamin A
Vitamin
A berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi. Dengan vitamin A, tubuh
lebih efisien dalam menyerap protein yang dikonsumsi. Kekurangan vitamin A akan
menyebabkan kerusakan pada matanya, yaitu kerusakan pada sensitifitas retina
terhadap cahaya (rabun senja) dan terjadi kekeringan pada konjungtiva bulbi
yang terdapat pada celah kelopak mata, disertai pengerasan dan penebalan pada
epitel. Pada saat mata bergerak, akan tampak lipatan [ada konjungtiva bulbi.
Dalam keadaan ini parah hal tersebut dapat merusak retina, dan apabila
dibiarkan akan terjadi ketunanetraan.
f)
Terkena zat kimia
Di
samping memberikan manfaat bagi manusia, zat-zat kimia juga dapat merusak
apabila penggunaanya tidak hati-hati. Zat kimia tertentu, seperti zat etanol
dan aseton, apabila mengenai kornea, akan mengakibatkan mata kering dan terasa
sakit. Selain itu zat-zat lain, seperti asam sulfat dan asam tannat yang
mengenai kornea akan menimbulkan kerusakan bahkan mengakibatkan ketunanetraan.
g)
Kecelakaan
Kecelakaan
menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan ketunanetraan apabila
kecelakaan tersebut mengenai mata atau saraf mata. Benturan keras mengenai
saraf mata atau tekanan yang keras terhadap bola mata dapat menyebabkan
gangguan penglihatan bahkan ketunanetraan.
B.
TUNARUNGU
a.
Pengertian
tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata ‘tuna’ dan
‘rungu’, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan
tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara.
Tunarungu
satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan
sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang dengar ( a
hard of hearing). Orang yang tuli ( a deaf person) adalah seseorang yang
mengalami ketidakmampuan mendenar sehingga mengalami hambatan didalam memproses
informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan alat
bantu dengar (hearing aid), sedangkan
yang kurang dengar ( a hard of hearing
person) adalah sesorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar,
sisa pendengarannya cukuup memungkinkan untuk keberhasilan memproses informasi
bahasa melalui pendengarannya, artinya apabila orang yang kurang dengar
tersebut menggunakan hearing aid ia
masih dapat menangkap pembicaraan melalui pendengarannya.
b.
Klasifikasi
Tunarungu
Ketunarunguan
dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu tingkat kehilangan
pendengaran, saat terjadinya ketunarunguan, letak gangguan pendengaran
secaraanatomis, serta etiologis.
1. Berdasarkan
tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes dengan menggunakan
audiometer ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Tunarungu
ringan (mild hearing loss)
b) Tunarungu
sedang (moderate hearing loss)
c) Tunarungu
agak berat (moderately csevere hearing
loss)
d) Tunarungu
berat (severe hearing loss)
e) Tunarungu
berat sekali (profound hearing loss)
2. Berdasarkan
saat terjadinya ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
a) Ketunarunguan
prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi
sebelum kemampuan bicara da bahsa berkembang.
b) Ketunarunguan
pascabahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi
beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.
3. Berdasarkan
letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat diklasifasikan
sebagai berikut.
a) Tunarungu
tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan
pada telinga bagian luar dan tengah, yang berfungsi sebagai alat konduksi atau
pengantar getaran suara menuju telinga bagian dalam.
b) Tunarungu
tipe sensorineural, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan
pada telinga dalam serta saraf pendengaran (nervus
chochlearis).
c) Tunarungu
tipe campuran yang merupakan gabungan tipe konduktif dan sensorineural, artinya
kerusakan terjadi pada telinga luar/tengah dengan telinga dalam/saraf
pendengaran.
4. Berdasarkan
etiologi atau asal usul ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut.
a) Tunarungu
endogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan)
b) Tunarungu
eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh factor nongenetik (bukan
keturunan)
Klasifikasi
ketunarunguan sangat bervariasi menurut BOOThroyd. Klasifiksi dan karakteristik
ketunarunguan diantaranya didsarkan pada:
Kelompok
I : Kehilangan 15-30 dB: mild hearing losses atau ketunarunguan
ringan; daya tangkap suara cakapan
manusia normal.
Kelompok
II : kehilangan 31-60 dB: moderate
hearing losses atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap cakapan manusia
hanya sebagian.
Kelompok
III : kehilangan 61-90 dB: severve hearing losses atau
ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap cakapan suara manusia tidak ada.
Kelompok
IV : kehilangan 91-120 dB: profound hearing losses atau
ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak
ada sama sekali.
Kelompok
V : kehilangan lebih ari 120 dB: total hearing losses atau ketunarunguan
total; daya tangkap terhadap suara manusia tidak ada sama sekali.
Uden (1977) mebagi klasifikasi ketunarunguan menjadi
tiga, yakni berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan, berdasarkan tempat
keruasakan pada organ pendengaran, dan berdasarkan pada taraf penguasaan
bahasa.
c.
Penyebab
terjadinya tunarungu
Banyak
pendapat yang mengemukakan penyebab terjadinya tunarungu, antara lain,
1. Penyebab
terjadi tunarungu tipe konduktif
a)
Kerusakan/gangguan yang terjadi
pada telinga luar
b)
Kerusakan/gangguan yang terjadi
pada telinga tengah
2. Penyebab
terjadinya tunarungu tipe sensorincural
a)
Ketunarunguan yang disebabkan oleh
factor genetic (keturunan), maksudnya bahwa keturunan tersebut disebabkan oleh
gen ketunarunguan yang menurun dari orang tua kepada anak.
Pendapat
lain menyatakan penyebab terjadinya tunarungu adalah :
1. Factor
internal diri anak
a) Factor
keturunan
b) Penyakit
campak
c) Keracunan
darah
2. Faktor
eksternal diri anak
a) Bagaimana
fonem atau bunyi bahasa yang telah dirangkai dalam bentuk kata menjadi
bermakna, sehingga pelaku komunikasi (penyampaian dan penerima pesan) dapat
memahaminya.
b) Bagaimana
kalimat yang tersusun secara efektif dan efisien bagi pemakai bahasa.
C.
TUNAGRAHITA
a.
Pengertian
Tunagrahita
Anak yang mengalami keterlambatan dalam belajar
disebabkan karena kemampuan mereka berada di bawah rata-rata atau biasa disebut
dengan tunagrahita.
Kata
lain dari tunagrahita adalah retardasi mental (mental retardation). Secara
harfiah kata tuna adalah merugi, sedangkan grahita adalah pikiran. Dengan
demikian cirri utama dari anak tunagrahita adalah lema dalam berpikir atau
bernalar. Kurangnya kemampuan anak dalam berpikir dan bernalar mengakibatkan
kemampuan belajar, dan adaptasi sosial berada di bawah rata-rata.
(Abdurrachman, 1994:19).
Berdasarkan PP No. 72 Tahun 1991 istilah yang
digunakan pada saat ini untuk anak yang memiliki tingkat kecerdasan rendah
yaitu tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang kecerdasannya berada dibawah
rata-rata, sehingga sukar untuk mengedakan interaksi dengan orang lain.
Secara historis terdapat lima basis yang dapat
dijadikan pijakan konseptual dalam memahami tunagrahita(Harbart J.Prehm dalam
Philip L Browning, 1974) yaitu:
a) Tunagrahita
merupakan kondisi
b) Kondisi
tersebut ditandai oleh adanya kemampuan mental jauh di bawah rata-rata
c) Memiliki
hambatan dalam penyesuaian diri secara social
d) Berkaitandenegan
adanya kerusakan organik pada susunan syaraf pusat
e) Tunagrahita
tidak dapat disembuhkan
AAMD (American Associatoin on Mental Defeciency)
merumuskan definisi tunagrahita sebagai berikut:
Mental
retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning
exsisting concurrently with deficits in adaptive, and manifested during
develovment period (grossman dalam Robert Inggalls 1987)
Definisi tersebut
menekankan bahwa tunagrahita merupakan kondisi yang konplek, menunjukkan
kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku
adaptif.
Dalam perkembangan mutakhir anak tunagrahita
dikelompokkan ke dalam istilah developmental Disability (Marybeimer/Smith,
Richard F. Ittenbar & James R.
Patton;2002) Dalam istilah developmental disability mengandung makna sebagai
berikut:
a) Ditandai
oleh adanya gangguan mental (kognitif) ata fisik ataukombinasi dari mental dan
fisik.
b) Gangguan
tersebut terjadi sebelum usia 22 tahun.
c) Memiliiki
keterbatasan alam tiga atau lebih pada sapek berikut :
·
Menolong diri
·
Bahasa reseftif dan ekspresif
·
Belajar
·
Mobilitas
·
Mengerahkan diri sendiri
·
Kapsitas untuk hidup mandiri
·
Secara ekonomi memiliki keterbatasan
dalam memperoleh penghasilan.
d) Membutuhkan
treatment atau layanan pendidikan yang sistematis dan layanan multidisipliner,
sepanjang hidupnya atau sekurang-kurangnya memerlukan waktu yang panjang.
b.
Klasifikasi
Tunagrahita
Ada beberapa klasifikasi atau pengelompokan
tunagrahita berdasarkan berbagai tinjauan diantaranya;
a) Berdasarkan
Kapasitas Intelektual (skor IQ)
·
Tubagrahita ringan IQ 50-70
·
Tunagrahita sedang IQ 35-50
·
Tunagrahita berat IQ 20-35
·
Sangat berat memiliki IQ dibawah 20
b) Berdasarkan
kemampuan akademik
·
Tunagrahita mampudidik
·
Tunagrahita mampulatih
·
Tungrahita perlurawat
c) Berdasarkan
tipe klini pada fisik
·
Down’s Syndrome (mongolism)
·
Macro Cephalic
·
Micro Cephalic
Perbedaan individu (individual deferences) pada anak
tungrahita bervariasi sangat besar, dalam pengklasifikasian terdapat cara yang
sangat bervariasi tergantung dasar pandang dalam pengelompokannya. Klasifikasi
itu sebagai berikut :
a) Klasifikasi
yang berpandangan medis, dalam bidang ini memandang variasi anak tunagrahita dari keadaan tipe
klinis. Kleompok tipe klinis diantaranya :
·
Down syndrome
·
Kretin
·
Hydrocephalus
·
Microcephalus, macrocephalus,
Brachephalus dan Scaphocephalus.
·
Cereblas Palsy
·
Rusak otak
b) Klasifikasi
yang berpandangan pendidikan, memandang variasi anak tunagrahita dalam
kemampuannya mengikuti pendidikan.
Pengelompokan ini
adalah sebagai berikut :
·
Mampu didik
·
Mampu latih
·
Perlu rawat.
Menurut Abdurrachman
dan Sudjadi (1994 :26) mengemukakan klasifikasi ketunagrahitaan untuk keperluan
pembelajaran, terbagi atas kelompok yaitu :
·
Taraf perbatasan atau lamban belajar
(the borderline or the slow learner).
·
Tunagrahita mampu didik
·
Tunagrahita mampu latih
·
Tunagrahita mampu rawat (berat, dan
sangat berat)
c) Klasifikasi
yang berpandangan sosiologis memandang variasi tunagraahita dalam kemampuannya
mandiri dimasyarakat, atau peran yang dapat dilakukan masyarakat:
Menurut AAMD (Amin,1995:22-24)
klasifikasi itu sebagai berikut :
·
Tunagrahita ringan; tingkat kecerdasan
(IQ) mereka berkisar 50-70, dalam penyesuaian social maupun bergaul, mampu
menyesuaikan diri pada lingkungan social yang lebih luas dan mampu melakukan
pekerjaan setingkat semi terampil.
·
Tunagrahita sedang, tingkat kecerdasan
(IQ) mereka berkisar antara 30-50; mampu melakukan keterampilan megurus diri
sendiri(self-helf); mampu mengadakan adaptasi social dilingkungan terdekat; dan
mampu mengerjakan pekerjaan rutin yang perlu pengawasan atau bekerja di tempat
kerja terlindung (sheltered work-shop)
·
Tungrahita berat dan sangat berat,
mereka sepanjang hidupnnya selalu tergantung batuan dan perawatan orang.
d) Klasikfikasi
yang dikemukakan oleh Leo kanner (Amin, 1995:22-24), dan ditinjau dari sudut
tingkat pandangan masyarakat sebagai berikut :
·
Tunagrahita absolute
·
Tunagrahita relative
·
Tunagrahita semu.
e) Klasifikasi
menurut kecerdasan (IQ) dikemukakan oleh Grosman (Hallahan & Kauffman,
1988:48) sebagai berikut :
TERM
|
IQ RANGE FOR LEVEL
|
Mild mental
Retardation
Mederate mental
Reterdation
Severe mental
Retardation
Profound mental
Retardation
|
55-70 to aprox, 70
35-40 to 50-55
20-25 to 35-40
Bellow 20 or 25
|
Klasifikasi tunagrahita
dari berbagai pandangan tersebut jika dipadukan akan membentuk table sebagai
berikut :
Kemampuan dalam
pendidikan
|
sosiologis
|
Tingkat kecacatan
|
Tingkat kecerdasan
(IQ)
|
Mampu didik
|
Ringan, mild,
marginally, dependent, moron
|
debil
|
55-70 to aprox 70
|
Mampu latih
|
Sedang, moderate,
semi dependent.
|
imbesil
|
35-40 to 50-55
|
Perlu rawat
|
Berat, severe,
totally dependent, profound
|
idiot
|
25-25 to 35-45 bellow
20 or 25
|
c.
Faktor-faktor
Penyebab Ketunagrahitaan
Banyak factor yang menyebabkan sehingga anak
mengalami ketunagrahitaan. Para ahli membagi faktor penyebab tersebut atas
beberapa kelompok.
Straus
membagi faktor penyebab ketunagrahitaan menjadi dua gugus yaitu
·
Endogen, penyebabnya pada sel keturunan
·
Eksogen, hal-hal di luar sel keturunan
misalnya infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi,
dan lainlain-lain.
Cara lain yang sering digunakan dalam pengelompokan
faktor penyebab ketunagrahitaan adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu
factor yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat lahir (natal) dan setelah lahir (postnatal).
Beberapa
penyebab ketunagrahita yang sering ditemukan yaitu :
a) Faktor
keturunan
Penyebab kelainan yang
berkaitan dengan berbagai factor keturunan, meliputi hal-hal berikut.
·
Kelainan kromosom, dapat dilihat dari
bentuk dan nomor
·
Kelainan gen. kelainan ini terjadi pada
waktu mutasi, tidak selamanya tampak dari luar (tetap dalam tingkat genotip)
a) Gangguan
metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi
merupakan factor yang sangat penting dalam perkembangan individual terutama
perkembangan sel-sel otak. Kegagal;an metabolism dan kegagalan pemenuhan
kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental pada
individu.
b) Infeksi
dan keracunan
Keadaan ini disebabkan
oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada dalam kandungan.
c) Trauma
dan zat radioaktif
Terjadinya trauma
terutama pada otak ketika bai dilahirkan atau terkena radiasi zat radioaktif
saat hamil dapat mengakibtakan ketunagrahitaan.
d) Masalah
pada kelahiran
Masalah yang terjadi
padaa saat kelahiran, misalnya kelahiran yang disertai hypoxia yang dipastikan
bayi akan menderita kerusakan otak, kejang, dan nafas pendek. Kerusakan juga
dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama mekanis terutama pada kelahiran
yang sulit.
e) Factor
lingkungan
Menurut patton &
Pollowa bahwa bermacam-macam pengalaman negative atau kegagalan dalam melakukan
interaksi yang terjadi dalam periode perkembangan menjadi slah satu penyebab
ketunagrahitaan. Studi yang dilakukan Kirk menemukan bahwa anak yang berasal
dari keluarga yang tingkat sosiaal ekoniminya rendah menunjukkan kecenderungan
mempertahankan mentalnya pada taraf yang sama, bahkan prestasi belajarnya
semakin berkurang dengan meningkatnya usia.
Latar belakang
pendidikan ornag tua sering juga dihubungkan dengan masalah-maslah
perkembangan. Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini
serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan positif dalam masa
perkembangan aanak menjadi salah satu penyebab timbulnya ganggguan. Triman
Prasadio ( 1982:26) mengemukakan bahwa kurangnya rangsangan intelektual yang memadai
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam perkembangan inteligensia sehingga anak
dapat berkembang menjadi anak retardasi mental
Daftar
Pustaka
Hadi, Purwaka. 2007. Komunikasi Aktif Bagi Tunanetra aktifitas
dalam pembelajaran pada sistem pendidikan inklusif. Jakarta : departemen
Pendidikan Nasional
Rochyadi, Endang.
2005. Pengembangan Program Pembelajaran
Individual bagi anak Tunagrahita. Jakarta: Depertemen pendidikan Nasional.
Sadjaah,Edha. 2005. Pendidkan bahas bagi Anak Gangguan
pendengaran Dalam Keluarga. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan
Nasional.
Suparno, dkk. Pendidikan berkebutuhan Khusus. Bnajarmasin : Dinas pendidikan Provinsi
Kalimantan Selatan.
Wantah, j Maria. 2007. Pengembangan Anak Tunagrahita mampu latih.
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Wardhani IGAK. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta
: Universitas terbuka
Winarsih, murni. 2007. Pendidkan bahas bagi Anak Gangguan
pendengaran Dalam Keluarga. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan
Nasional.
Hadi, Purwaka. 2007. Komunikasi Aktif Bagi Tunanetra aktifitas
dalam pembelajaran pada sistem pendidikan inklusif. Jakarta : departemen
Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar