Label

Jumat, 24 Agustus 2012

My Deary (Love, Frienship & Family)


Story II
Bertemunya Kucing dan Tikus

“Kamu murid baru yach!”, seseorang yang tidak aku kenal, keluar dari ruang kantor guru dengan mengenakan pakaian koko, peci dan sarung. Kalau di lihat dari tampilannya, umurnya kurang lebih sama seperti Pamanku ga’ terlalu muda juga ga’ tua.
“Iya!”,jawabku mencoba sopan dan memberi aura positif dihari pertama sekolahku waktu itu.
Waktu itu aku datang terlalu pagi sehingga, aku menjadi siswa pertama yang tiba di sekolah. Kalau dibandingkan dengan sekolahku yang sebelumnya, jam segitu sudah banyak siswa yang datang. Itulah aku yang dulu, suka membandingkan sesuatu.
Awalnya aku bertemu dan berkenalan denga beberapa siswa lainnya, aku pikir mereka bakal jadi teman sekelasku, tapi ternyata mereka adalah juniorku. Setelah beberapa saat kemudian, barulah siswa lain mulai datang berangsur-angsur. Aku langsung menjadi sorotan dan dikelilingi banyak siswa yang mau berkenalan dan berteman denganku. Aku langsung populer. Ya mungkin karena mereka mendengar aku pindahan dari kota.
Dari sekian banyak siswa yang bersikap manis dan ramah padaku, ada satu orang yang begitu cuek dan terlihat seperti kurang walcome denganku waktu itu. Dialah orang yang nantinya akan sangat merepotkanku dan membuatku susah. Dia akan menjadi rival dan sekaligus seseorang yang menyadarkanku akan banyak hal.
Dia orang yang sederhana. Aura yang aku terima ketika melihat sorot matanya adalah aura persaingan. Saat pertama kali masuk kelas, aku ditunjukkan dimana tempat dudukku oleh teman cewekku yang baru. Dia juga mengenalkan teman-teman sekelas kami padaku. Seluruhnya berjumlah 18 orang dengan pembagian anak perempuan berjumlah 13 orang dengan diriku dan 5 orang anak laki-laki. Itulah satu lagi perbedaan yang aku temukan di kelas baruku. Di sekolah yang dulu aku memiliki lebih dari 30 orang teman sekelas. Dan laki-laki juga perempuannya jauh lebih banyak.
Lima anak laki-laki? Oh now..aku langsung berpikir kalau itu akan sangat membosankan. Aku jadi merindukan sekolahku yang lama. Begitulah pikirku saat itu.
Setelah memperkenalkan teman sekelas dengan menyebutkan nama dan menunjuk ke arah orangnya, sampai akhirnya pada anak laki-laki yang membuatku penasaran di awal karena sikapnya. Dari situlah aku tahu namanya dan jabatannya sebagai ketua OSIS. Nama panggilannya adalah Arga (Samaran). Menurut temanku, Arga itu keren dan juga lumayan populer di sekolah, selain karena jabatannya, tapi juga karena dia terkenal pinter dan karena angkatan kami adalah yang pertama waktu itu.
Sedangkan pandangan pertamaku pada Arga waktu itu adalah cowok yang sepertinya menyebalkan, dan “kok cowok pendek dibilang keren?”. Tapi memang harus diakui dari segi tampang wajah, dia memang lumayan dibanding ke empat cowok lain yang sekelas denganku. Mau gimana lagi, yang bisa dibandingkan dengannya hanya lima orang. Kalau dibandingkan dengan teman-teman cowok di sekolahku dulu sich Arga jadi biasa aja, apalagi kalau dibandingkan dengan teman SD yang pindah saat di kelas 6, yaitu Dedy Fahlepi. Teman yang sempat menarik perhatianku, dan seandainya aku bisa kenal dia lebih lama, bisa jadi dia bakal menjadi cinta pertamaku. Aku benar-benar suka membandingkan sesuatu.
Hari itu berakhir dengan biasa untukku, dan untuk beberapa hari ke depanpun terasa datar untukku. Sampai suatu hari ada kejadian.
“Dasar pelacur”, kata-katanya langsung membuatku terdiam karena begitu emosi. Hal yang tidak terpikirkan olehku bakal keluar dari mulutnya untuk sekedar membalas ejekanku yang mengatakannya “cebol”
Seandainya dia perempuan, aku sudah pasti merobek-robek mulutnya atau sekedar menampar wajahnya. Tapi karena dia cowok, aku ingin sekali mematahkan kedua kakinya. Itu yang terpikirkan olehku. Hanya saja, waktu itu aku sudah terlalu lelah untuk menimbulkan masalah lagi, aku sudah cukup terlukai dengan kata-katanya. Arga sangat menyebalkan waktu itu. Masalah yang sudah aku hadapi di rumah harus menjadi beban di kepalaku, kemudian perkataannya seperti menaburi garam diatas luka yang sudah ada.
Aku mengabaikannya. Kemarahanku saat itu hanya bisa membuatku untuk mengacuhkannya. Lalu kemudian pada jam istirahat. Ketika aku sedang menikmati udara segar bersama kedua temanku Inor dan Sanai dengan duduk di jembatan yang menghubungan sekolah ke suatu ruangan kosong yang rencana awalnya ingin dijadikan sebagai asrama tapi batal.
Saat itu aku baru menyadari kalau bukan hal buruk saja yang aku dapatkan karena pindah ke desa, tapi aku merasakan dan mendapatkan hal yang sulit untuk aku dapatkan sebelumnya yaitu udara sejuk yang menyegarkan, membuat hatiku jadi tentram. Suasana tenang membuat suara dedaunan terdengar saling beradu. Sampai akhirnya si pembuat masalah itu berjalan mengarah ke tempat kami berada bersama Salman dan juga Hendra.
Ternyata dia memang benar-benar sengaja menghampiri kami. Arga saat itu mendekatiku dan duduk di sampingku dengan jarak diantara kami. Aku kurang ingat apa yang menjadi awalnya setelah itu. Akan tetapi tujuannya adalah meminta maaf padaku. Arga datang untuk meminta maaf padaku atas perkataannya yang keterlaluan di kelas. Dan dari apa yang aku lihat di wajahnya sesaat, aku tahu dia menyesal dan tulus meminta maaf.
“Tapi kamu juga yang duluan ngatain aku cebol, jadi kamu juga harus minta maaf!”, padahal aku belum berkata apa-apa, tapi dia langsung nyelonong ‘saking gak maunya ngalah’. Harga dirinya terlalu tinggi kalau harus minta maaf tanpa mengatakan sesuatu yang akan tetap membuatnya terlihat hebat. Walaupun begitu, harus aku akui perkataannya waktu itu memang benar.
Pertengkaran kami yang berawal karena perdebatan dan perbedaan pendapat saat menjawab soal tanya jawab di kelas, akhirnya berakhir dengan perdamaian dengan cara yang unik. Aku tidak mau berjabat tangan dengannya bukan karena aku tidak mau berdamai tapi aku hanya tidak terbiasa bersentuhan tangan secara langsung dan sengaja dengan anak cowok. Dan saat itu dia langsung mengerti maksudku.
Damai? Itu hanya bertahan beberapa saat karena setelah itu Arga kembali cari gara-gara denganku sampai membuatku kesal. Berbeda dengan pertengkaran sebelumnya, aku tidak merasa tersakiti dengan perkataannya, tapi tanganku gatal pengen mukul dia. Ketika dia mencoba kabur, aku langsung mengejarnya untuk sekedar memberikan satu dua pukulan padanya.
Itu akan menjadi hal biasa pada hari-hari selanjutnya, dan teman-teman kami juga guru-guru setelah itu jadi terbiasa dengan pertengkaran kami yang bila digambarkan seperti “Kucing dan Tikus” atau “Tom and Jerry”. Bisa dikatakan aku adalah Tom yang mengejar tikus untuk dimusnahkan.
Aku tidak terlalu ingat kapan semua itu berawal. Tapi hari-hariku selalu dipenuhi dengan keisengan Arga yang suka cari gara-gara dengan mengatakan hal yang menyebalkan dan ngeledek aku. Hanya saja semua perkataannya ga’ ada yang pernah sampai menyakiti hatiku.
Terlalu seringnya dia mencari masalah denganku, sampai-sampai suatu hari aku salah paham padanya karena keburu berpikir negatif ke dia.
Waktu itu, ceritanya kelas kami kosong ga’ ada gurunya. Jadi pada-padanya dech ngobrol. Termasuk aku yang ikut-ikutan diajak ngobrol oleh Inor, Sanai, Hendra, Salman, Fadhli , Irul dan tentunya yang ga’ mau ketinggalan Arga. Arga memulai aksinya dengan membahas cerita di waktu mereka dulu ikut kemah di pramuka, itu sebelum aku pindah. Dia sebenarnya bercerita dan bermaksud menyinggung Inor dan Hendra, dimana ada kejadian mereka dipasangkan. Aku kurang ingat cerita lengkapnya. Karena sebenarnya aku juga ga’ terlalu mendengarkan atau tepatnya males. Cerita yang di dikatakan oleh Arga ga’ ada yang aku mengerti karena dia ga’ menyebutkan nama orang yang dimaksud. Dalam keadaan yang sebenarnya ga’ tahu alur ceritanya, dan hanya bermodal tatapan yang penuh sindirian dan senyuman yang menjengkelkan yang Arga tujukan ke aku beberapa kali diselingan ceritanya. Membuatku berprasangka dia sedang menyindirku dari ceritanya yang ga’ aku tahu apa. Karena saat itu aku hanya berpikir kalau tiada hari tanpa dia mencari masalh denganku.
Akhirnya aku malah beranjak dari duduk dan berniat memukulnya. Entah dia menyadari niatku, tapi dia langsung kabur sebelum aku menghampirinya. Dan saat itu kucing dan tikus kembali beraksi. Aku mengejarnya dengan membawa sapu, sampai akhirnya di depan ruang kelas aku mendapatkannya dan memukul kakinya dengan sapunya. Kemudian...
“Apa yang kalian lakukan di luar kelas pada jam pelajaran?”,kami ke pergok guru dan akhirnya di suruh kembali masuk kelas.
Dan saat kembali ke dalam kelas itulah aku tahu cerita lengkapnya dan penjelasan benarnya dari teman-temanku. “Oh..tidaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkk!!!!” teriakku dalam hati saking malunya. Sampai aku ga’ bisa berkata apa-apa lagi dan ga’ berani memandang wajahnya. Aku benar-benar malu bahkan teman-teman jadi pada mentertawakanku dan itu semakin membuatku malu dan rasanya pengen nangis.
“Sudah-sudah, jangan dibahas lagi!”,tiba-tiba aku terkejut dengan perkataan Arga itu.
Padahal aku sudah salah paham sampai memukulnya, tapi dia malah bersikap baik padaku sampai menyuruh teman-teman berhenti mengejekku dan membahas masalah itu. Entah mungkin dia menyadari ekpresiku yang hampir nangis, makanya dia begitu atau hanya ingin bersikap sok baik sebelum melakukan pembalasan padaku. Hanya saja, itu ga’ masalah untukku. Karena dia mampu membuat emosiku kembali stabil dan perasaanku jadi lebih baik.
Ketika istirahat tiba, aku dan teman-temanku juga dengan Arga, rame-rame bareng ke warung di seberang sekolah. Dan ketika beberapa langkah baru keluar kelas, apa yang aku duga ternyata memang benar. Arga mengungkit kembali masalah di kelas tadi sambil tertawa lucu. Dia sengaja menghentikan teman-teman yang lain mengejekku dan menertawakanku, agar dia sendiri yang bisa sepuasnya mengejekku dan menertawakanku.  Tapi kalau dia, aku sama sekali ga’ merasa sedih dan pengen nangis, melainkan pengen mukul. Dasar menyebalkan begitu pikirku. “Argaaaaaaaaaaaaa!!!”, teriakku dan dia lari. Aku mengejarnya karena ga’ sabar menendang kakinya.
Mungkin itu pengalaman yang sangat memalukan untukku dan seharusnya aku berniat untuk melupakannya, tapi harus aku akui berkat Arga, kenangan itu tidak lagi menjadi kenangan yang memalukan yang ingin aku lupakan tapi ingin aku kenang. Dia merubah suasana hatiku menjadi senang walaupun terlihat aku seperti kesal sampai harus mengejarnya hanya untuk memukulnya. Aku ga’ tahu apa dia sengaja karena memang ingin iseng ke aku atau dia tahu bagaimana cara membuatku bersemangat dan terlihat ceria.
Dia cukup unik untukku, aku ga’ tahu dia itu harus aku bilang apa, teman atau musuh. Teman karena dia sebenarnya baik padaku dan sering membelaku atau berada dipihakku, musuh karena dia suka cari masalah denganku dengan mengisengiku dan mengolok-olokku, hanya saja dia tidak pernah mengatakan hal yang kasar selain yang waktu itu.
Harus aku katakan pada awalnya sebelum kami mulai mengenal baik dan sering bertengkar, aku membencinya, dia makhluk yang sangat membuatku kesal dan tidak ada yang aku sukai di dirinya walaupun kata sebagian teman-teman dan juniorku dia sempurna. Tapi semua rasa benciku itu kemudian lama-kelamaan semakin berkurang dengan semakin seringnya “kucing dan tikus” beraksi dan ketika sikap baiknya ke aku mulai aku sadari dan terlihat tulus olehku.
Dari orang yang menyebalkan, Arga kemudian menjadi orang yang baik kepadaku, bahkan pada suatu ketika aku akan mengetahui kalau hanya dia yang benar-benar baik padaku.


Bersambung....
24 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar