Label

Kamis, 23 Agustus 2012

MY DEARY (Love, Friendship & Family)


Story I
(Kesedihan Masa Kecilku)

Ketenangan, kehangatan, dan keceriaan. Itu semua diibaratkan langit biru yang cerah. Arti yang ku tafsirkan sendiri. Dan itulah yang menjadi salah satu prinsip hidupku. Dalam hidup ini, aku ingin menjadi orang yang selalu tenang dan memberikan ketenangan pada orang lain, aku ingin menjadi orang yang hangat dan juga menjadi orang yang selalu ceria.

Aku hanyalah manusia biasa yang tak lepas dari segala masalah dan kesulitan. Tapi aku ingin menjadi diriku yang kuat dalam segala hal apapun yang menghadang.
Aku sekarang sudah menginjak umur 22 tahun. Tepat pada tanggal 4 Agustus beberapa hari yang lalu adalah ulang tahunku. Pertambahan usiaku kali ini jauh berbeda dari ulang tahunku sebelum-sebelumnya. Karena aku ga’ kesepian di hari ulang tahunku.
Tanpa ku sadari sebentar lagi aku akan lulus kuliah dan mendapt gelar S1 sebagai Guru SD. Hanya tinggal mengikuti ujian PNS untuk menjadi pegawai negeri. Begitu banyak yang aku alami dan rasakan sebelum semua itu aku dapatkan.

Ini adalah cerita hidupku. Ceritaku tentang cinta, persahabatan dan keluarga, serta awal dari aku mengenal itu semua.
Aku terlahir sebagai anak pertama dari 4 bersaudara. Dan aku satu-satunya anak perempuan. Dan orang tuaku memberiku nama yang dulu sangat aku benci tapi sekarang sangat kusukai yaitu Rezky Harisa Putri.

Orang tuaku berprofesi sebagai guru. Ayahku bernama Zainal Haris seorang guru Matematika di SMA N 4 Banjar Baru, bekas sekolahku dulu.

Sedangkan Mamaku bernama Siti Aisah Mamaku seorang kepala sekolah juga guru Matematika di SDN Lawahan yang berada di kecamatan yang sama denganku.

Kegita saudara laki-lakiku, dari yang di bawahku sekarang kuliah di kampus dan jurusan yang sama denganku, dia menjadi juniorku, sekarang dia memasuki semester 3 dan namanya adalah Ahmad Zaidani biasanya aku sering memanggilnya “Dani”.

Kemudian adik keduaku bernama Muhammad Reza jaya Saputra atau “Ija”, sekarang dia duduk di kelas 2 SMA, di SMA yang sama denganku dan tempat ayahku mengajar.

Dan adikku yang paling kecil sekarang duduk di kelas 6 SD di SD yang sama tempat mamaku mengajar, adikku ini bernama Muhammad Murjani Adi Perkasa dan biasanya dipanggil “Adi”. Merekalah keluargaku dan harta berharga yang aku miliki.

Setelah begitu banyak yang terjadi, aku bersyukur karena keluarga ini tetap utuh sampai saat ini dan bisa melalui badai-badai yang pernah menggoyahkan. Ceritta kelam di masa kecilku.
Aku akan bercerita sedikit tentang masa kecilku sebelum aku bercerita yang lebih jauh.
Ketika aku masih kecil dan masih duduk di kursi Sekolah Dasar. Kehidupan yang aku jalani begitu berat untuk anak seusiaku. Kalau saja menatalku tidak kuat, mungkin aku sudah menjadi anak yang frustasi. Sebenarnya bukan mungkin lagi, tapi aku hampir frustasi. Setiap pelajaran di sekolahh berakhir, langkahku begitu berat untuk pulang ke rumah. Aku berusaha untuk tidak berada di rumah dengan cara bermain maiin sepeda atau bermain bersama teman-temanku. Tapi tetap saja, walaupun begitu pikiranku ga’ bisa tenang dan selalu tertuju ke rumah. Aku khawatir dengan keadaan rumah. Tepatnya aku takut ketika aku pulang ada perubahan yang aku temukan. Atau menghilangnya salah satu dari kedua orang tuaku.
Air mata. Aku tidak terbiasa menunjukkan air mataku di depan teman-temanku, karena aku takut ketika aku menangis di depan mereka, aku tidak akan bisa berhenti. Dan aku takut ketika kalimat “kenapa kamu menangis?” atau “ada apa sebenarnya?” keluar dari mulut teman-temanku. Aku selaluu berusaha menutupi keadaan yang terjadi di rumahku tepatnya orang tuaku. Karena itu aku selalu menangis di sudut kamarku ketika malam tiba. Hampir setiap malam aku menangis tanpa diketahui siapapun juga orang tuaku.
Aku melampiaskan sakit hatiku dengan bersikap pemberontak dan tidak penurut pada kedua orang tuaku. Keadaan memaksaku berpikir seperti orang dewassa. Anak seusiaku waktu itu seharusnya bahagia bermain dan menikmati masa kecil tanpa ada beban di kepala. Tapi aku sama sekali tidak bisa merasakan hal seperti itu.
Ketika aku dewasa sekarang, yang teringat hanya kenangan menyedihkan masa kecilku. Aku sama sekali tidak ingat kenangan-kenangan bahagia di masa kecilku, hanya fhoto-fhoto yang menjadi bukti bahwa di masa kecilku, aku juga pernah merasakan hal yang sama seperti anak seusiaku waktu itu, walaupun tidak ada yang aku ingat.

Setiap kali mengingat dan bercerita tentang masa kecilku, tanpa bisa aku tahan, air mataku keluar dan membasahi kedua mataku. Sedih memang, tapi itu tetap menjadi bagian dari hidupku. Ketika dimana aku sempat ditempatkan dikeadaan, yang mana aku harus memilih untuk ikut siapa diantara Ayah dan Mamaku, lalu merasakan bagaimana seorang anak kecil menghadapi penangih hutang yang mencari ayahnya sambil menahan air mata, lalu ada disaat aku tidur semalam di depan kamar Mama, agar Mama tidak pergi, aku menangis seharian sampai akhirnya tertidur.

Aku tidak akan sanggup untuk meneruskan bercerita tentang masa kecilku, karena air mataku tidak akan berhenti mengalir jika aku meneruskannya. Aku seperti orang yang menyesal di lahirkan sebagai anak perempuan dikeluarga ini. Tapi jika aku berkata dengan jujur, sedikitpun aku tidak menyesal terlahir sebagai Rezky. Kesedihan yang mendalam yang aku rasakan ketika aku masih kecil memang tidak bisa dirubah, tapi itu menjadi bagian berharga sebagai pembelajaranku dalam hidup. Aku menjadi lebih kuat dalam mengahapi apapun.

Meski kehidupan sedihku masih terus berlanjut, tapi aku yang beberapa tahun kemudian masuk SMP, menjadi lebih bisa untuk tenang dan mencari kebahagiaanku yang tidak bisa aku dapatkan di rumah.
Aku belajar dengan tekun, terutama dibidang yang paling aku sukai yaitu Matematika dan Fisika. Itulah yang menjadikan nilai-nilaiku cukup baik dan aku sempat mendapat peringkat 1 dan 2 berturut-turut, bahkan guru-guru kedua mata pelajaran tersebut terlihat menyukaiku dan sering memintaku maju ke depan untuk menjawab soal di papan tulis. Itu terus berlanjut sampai aku naik kelas 2. Selain itu aku juga mengikuti beberapa kegiatan ektrakurikuler di sekolah seperti Pramuka dan PMR untuk mengisi waktuku dan mengurangi waktuku di rumah.
Sifatku yang suka bercanda dan berkelahi dengan anak cowok sejak SD masih terbawa-bawaku ketika aku SMP, walaupun ga’ separah waktu SD. Karena aku juga termasuk karakter pendiam dan teman-temanku lebih banyak anak perempuan. Tapi kalau masalah gaya berpakaian, kayaknya aku yang di masa SMP awal masih sama seperti waktu SD. Suka banget memakai topi, tapinya topi sekolah dengan rambut kadang-kadang di gulung dan kadang-kadang seperti buntut ayam. Lalu pakaian dan rok yang cukup mempas di badanku karena lebih membuatku nyaman dan terasa kalau ada pakaian di badanku. Selain itu aku suka banget memakai rok tidak sampai pinggal tapi juga tidak sepinggul. Panjang rokku pun agak sedikit di atas lutut. Dan julukan tomboy masih melekat sama aku sampai aku SMP.
gambaranku yang dulu

dan yang sekarang

Cerita ini membuatku ingin tertawa bila mengingatnya dan memandingkan dengan diriku yang sekarang, mungkin lebih ke perbedaan gaya berpakaian.
Ketika itu aku masih belum mengerti apa itu sahabat juga ikatan persahabatan, tapi aku mulai tahu dan sedikit mengenal itu cinta. Dalam kasus anak seusiaku yang baru lulus SD, kategori ini masih belum masih jangkauan cinta. Tapi aku sempat mengerti dengan apa itu “rasa malu” ketika berdekatan dengan anak laki-laki. Beberapa anak laki-laki pernah sempat menari perhatianku waktu itu, mulai dari teman sekelasku bernama Fuad yang suatu ketika tiba-tiba pindah duduk sebangku denganku. Lalu seorang anak laki-laki bernama Nabil teman dekatnya temanku, saat pesantren Ramadhan tahun pertamaku di SMP, dia mengambil bukuku yang isinya lirik lagu dan bermain-main denganku pada saat aku ingin mengambilnya kembali, padahal dia belum tahu namaku begitu juga aku, setelah itu baru aku tahu namanya dari temanku, dia juga tahu namaku dari temanku, setelah itu dia sering memanggil namaku darri sisi tempat para anak laki-laki duduk tapi aku mengabaikannya. Aku hanya sedikit suka dengan gaya berpakaiannya yang rapi juga terlihat bersinar dengan pakaian koko’.
Selain itu ada anak laki-laki yang sudah menjadi temanku sejak kecil, tepatnya sejak aku pindah ke belakang rumahnya. Dia lebih tua 2 tahun dariku, dia juga kaka’ kelasku di SD dan SMP. Ketika Ayah dan Mamaku pergi, aku sering di titipkan di rumahnya. Namanya Kakak Aris, aku kurang begitu ingat nama lengkapnya. Tapi Kakak Aris selalu menemaniku bermain, selalu mengkhawatirkanku, aku sering bermain iseng dengan pura-pura sakit perut atau terluka, Kakak Aris langsung menghampiriku dan menanyakan “Rezky kenapa?” atau “Mana yang sakit?”. Kadang-kadang aku mengaku kalau aku hanya bercanda tapi sering juga aku tidak pernah mengaku.

Bersama dengan Kakak Aris, kami sering suka surat-suratan padahal rumah kami berbelakangan. Kakak Aris memberikan sisi lain kehidupan yang indah pada masa kecilku. Kakak Aris sering memboncengku naik sepeda, dan pernah dikatain pacaran sama temannya yang melihat. Tapi bagaimanapun juga, saat itu aku masih SD dan terlalu kecil mengerti hal itu. Bagiku Kakak Aris membuat impianku untuk mempunyai seorang Kakak laki-laki terwujud sesaat.

Semuanya lalu berubah, ketika aku mulai SMP. Ketika aku mulai mengerti arti kata “suka”. Tiba-tiba dengan sendirinya aku menghindari Kakak Aris. Aku mulai merasa canggung padanya. Aku mulai melihat sorot lain di matanya ketika dia melihatku. Padahal aku tidak ingin ada yang berubah. Tapi ketakutakan terhadap “luka” membuatku otomatis selalu menghindari hal-hal yang efek di depannya akan membuatku terluka. Karena aku tidak mau membuat kehidupanku yang menyedihkan menjadi semakin menyedihkan.
Sudah cukup luka dan penderitaan yang aku rasakan saat itu. Pertengkaran orang tua di depan mataku, sudah sangat menyakitiku. Dan aku jadi tahu kalau rasa cinta itu tidak cukup untuk memperoleh kebahagiaan, karena cinta juga bisa menjadikan keadaan seperti yang aku alami.
Suatu hari aku sempat masuk Rumah Sakit kerena kelelahan sepulang berkemah di acara PMR. Saat itu aku rasanya ingin sekali mati, rasa sakit yang tidak tertahankan aku rasakan di dalam diriku. Lalu kemudian ketika aku melihat situasi yang aku alami saat itu, rasa sakit yang aku rasakan tidak sebanding dengan rasa bahagia yang aku alami. Bagaimana tidak, kedua orang tuaku jadi saling bahu membahu dan akur untuk merawat dan juga menjagaku. Aku sempat berpikir, tidak apa-apa aku sakit selamanya asalkan aku bisa selalu melihat orang tuaku akur.

Aku di rawat di RS kurang lebih hampir 1 bulan. Banyak yang berkunjung untuk menjengengukku. Aku menikmatinya. Hanya saja yang tidak bisa aku tolerir adalah aku tidak mau makan bubur. Aku paling benci makanan itu sejak kejadian waktu SD. Ketika temanku yang makan bubur bersamaku di sekolah, memuntahkan kembali bubur yang ada di mulutnya ke mangkoknya kemudian memakannya lagi. Aku selalu teringat hal itu bila melihat bubur. Akhirnya akupun tidak mau makan kalau makanannya bubur. Aku yang berada di masa ababil itu, sangatlah keras kepala. Bahkan dokter yang merawatku mengaku kalah padaku dan akhirnya mengizinkanku makan makanan yang bukan bubur.

Aku keluar dari rumah sakit dengan membawa 3 jenis penyakit yang tidak bisa disembuhkan di dalam tubuhku dan hanya bisa di redam. Yaitu Tipes, radang paru-paru dan juga gejala liper (hati). Sepulangnya di rumah, beberapa hari kemudian aku mulai kembali bersekolah. Tapi nilai-nilaiku jadi menurun karena ketidak hadiranku beberapa waktu sebelum itu. Hanya saja sementara tidak ada gemuruh di hatiku dan juga di rumah.
Beberapa minggu kemudian ternyata kesedihan memang tidak bisa lepas dari hidupku saat itu. Aku kembali harus rela berpisah dengan teman-temanku di sekolah, dikarenakan aku harus pindah rumah. Rumah yang kami tempati terpaksa dijual untuk membayar hutang-hutang Ayahku, dan kami pindah ke desa tempat tinggal orang tua Mamaku yaitu Kakek dan Nenek, untuk memulai hidup baru. Saat itu kesedihan mulai melandaku lagi setiap hari. Kehidupan kami benar-benar berubah. Kami terpaksa menumpang di rumah Kakek dan Nenek. Berbagai sindiran terhadap Ayahku, aku dengar keluar dari keluarga Mamaku itu. Tapi anak seusiaku bisa apa, aku kembali menjadi pemberontak yang suka membantah.
Seminggu kemudian, Ayahku mendaftarkanku di sekolah baru yang ada di daerah tempat tinggal kami itu. Jarak yang kami tempuh cukup jauh. Dan ketika aku pertama kali melihat sekolah yang bakal aku masuki. Yang ada di benakku yaitu “OMG”. Dibandingkan dengan sekolahku yang dulu, tentu aja jelas jauh berbeda. Sekolahku yang dulu adalah salah satu sekolah favorit sedangkan sekolah baruku? Memang sesuai dengan letaknya di daerah pedesaan. Apalagi katika itu aku baru tahu kalau sekolah itu baru 2 tahun buka sehingga otomatis aku bakal jadi salah satu lulusan pertama di sekolah itu. Ya..cukup menghibur.
Hari pertama aku mulai sekolah dan belajar, akan menjadi awal cerita panjang yang lebih menarik untuk aku ceritakan dan aku bagi. Inilah awal dimana aku akan mengenal arti dari sahabat, cinta, dan keluarga.

Bersambung....
23 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar