Label

Sabtu, 28 April 2012

*Cinta Pertama*


Ini cerita tentang kehidupan remaja yang tak lepas dari yang namanya cinta. Dan yang paling popular diantaranya adalah tentang cerita “Cinta Pertama”. Dan saya sebagai penulis mengibaratkan diri sebagai tokoh “aku=Chalista”.



Story 1
Semuanya berawal saat aku pindah rumah dan juga sekolah karena suatu hal yang terjadi di dalam keluarga kami. Hidupku benar-benar sulit, hatiku dipenuhi kesedihan, dan senyumku dihiasi dengan kepalsuan. Hidup mengajarkanku artinya terluka tanpa pernah merasa bahagia yang sebenarnya. Hari-hariku dipenuhi dengan kekelaman kehidupan, malam-malamku dihiasi dengan literan air mata yang tak tertahankan.
Lalu semuanya berubah ketika aku bertemu dengannya. Orang yang nantinya akan membuat hidupku lebih berarti dan aku merasa dibutuhkan.

Hanya saja saat pertama kali bertemu tepatnya dihari pertamaku masuk sekolah di sekolah baruku. Saat semua anak lain bermai-ramai ramah dan mengajak kenalan juga berteman, hanya satu orang yang memandangku dengan sinis dan agak menyebalkan dengan senyumannya yang seperti meremehkanku. Lalu seorang teman sekelasku mengenalkan anak-anak lain yang sekelas dengan kami dengan menunjuk kea rah orangnya dan memberitahu namanya. Sampai akupun tahu kalau anak itu ternyata, Dia bernama Dicky. Dan tiba-tiba aku punya firasat aneh yang ga’ enak tentang anak itu.

Katanya sich Dicky itu ketua osis, dan dia terkenal popular juga keren. Tapi melihat orangnya aku hanya bergumam dalam hati “Hm..keren dari mananya sich, cowok kok pendek gitu”. Itu menjadi pandangan awal dariku tentangnya, dan mungkin dia juga sama jeleknya memandangku.

Beberapa hari berlalu dan terbukti kalau kami berdua ga’ cocok dalam berteman, selalu bertengkar dalam hal apapun, terlebih Dicky suka banget meledek dan mengerjaiku, hal yang membuatku ga’ bias menahan kesabaran dan emosi untuk menghajar tu anak. Dan terciptalah “Tom & Jerry” versi “Dicky & Chalista”.
Sampai suatu kali saat pelajaran PKn, Pak Guru mengajukan pertanyaan, dan aku mencoba memberanikan diri mengangkat tangan dan menjawab. Setelah itu Pak Guru masih memberikan kesempatan untuk yang lain memberikan pendapatnya, dan beraksilah si Dicky itu. Pendapatnya diterima baik oleh Pak Guru bahkan dianggap lebih baik dan lengkap dari pendapatku. Dengan bangganya si Dicky tersenyum penuh rasa senang yang menjengkelkan kepadaku, hingga aku ga’ bias menahan diri dan mengeluarkan kata-kata pedas dengan suara kecil Dasar Cebol”. Dan ternyata kata-kataku itu terdengar olehnya, dengan wajah kesal dia membalasku dengan mengatakan “Dasar pelacur” pelan tapi masih terdengar olehku. Itu benar-benar membuatku kesal dan entah kenapa aku ga’ membalas kata-katanya, hanya “dongkol” dan kesal dihati tapi tidak aku luapkan. Aku sama sekali ga’ mau peduli dengannya lagi.

Tapi, entah ada angin apa, saat istirahat tiba, Dicky dan teman-temannya menghampiriku dan teman-temanku yang lagi duduk di jembatan menikmati udara segar. Dicky lalu duduk di sampingku lalu meminta maaf atas perkataannya yang keterlaluan.

Maaf kalau kata-kataku tadi di kelas keterlaluan, lagian kamu duluan sich yang mulai!” katanya dan membuatku sudah bisa menebak kalau perkataan maafnya itu masih terselip gengsi.

Aku juga sedang bermood baik, jadi aku memaafkannya, tapi aku ga’ bias menyambut dan menjabat tangannya sebagai tanda peradamaian, karena entah sejak kapan aku jadi anti banget bersentuhan dengan anak laki-laki. Untungnya Dicky mengerti.

Akan tetapi, peradamaian kami tidak lebih hanya bertahan di bawah lima menit. Dicky membuatku kesal lagi dengan meledek dan memberi julukan aneh-aneh padaku. “Anak itu benar-benar mau di hajar, awas yach kamu Dick”, kataku lalu mengejar dengan emosi Dicky yang sudah kabur duluan.

Penulis : “Ya begitulah semuanya memang bermula dari hal itu, tapi ada kebaikan di balik hal ini yang nantinya akan terungkap.”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar