Label

Senin, 18 Juni 2012

LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA DAN TUNADAKSA


LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
TUNAGRAHITA DAN TUNADAKSA
Disusun untuk memenuhi tugas :
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dosen pengampu :
Ali Rahman, M.Pd
 





Disusun Oleh :
Kelompok 8
Kelas / semester VIII B

M .Najib                     A1E308032
Rahmat hidayat         A1E308260
Sri Moeriati Andine  A1E308285
Ratnawati                  A1E308222
Inawati                       A1E308291

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI S1 PGSD
BANJARMASIN
2012
A.  Bentuk Layanan Pendidikan Anak Tunagrahita di Sekolah
Pendekatan layanan pendidikan bagi anak tunagrahita lebih diarahkan pada pendekatan individual dan pendekatan remediatif . Pendekatan individual  didasarkan pada assesment kemampuan untuk mengembangkan sisa potensi yang ada dalam dirinya. Tujuan utama layanan pendidikan bagi anak tunagrahita adalah penguasaan kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mengelola diri sendiri. Untuk mencapai itu perlu pembelajaran mengurus diri sendiri dan pengembangan keterampilan vocational terbatas sesuai kemampuannnya.
Layanan pendidikan khusus bagi anak tunagrahita meliputi latihan sensomotorik, terapi bermain dan okupasi, dan latihan mengurus diri sendiri. Pendekatan pembelajaran dilakukan secara individual dan remediatif. Perkembangan kemampuan anak berdasarkan tingkat kemampuan kognitifnya. Anak yang ber IQ 55 - 70   berbeda dengan yang ber IQ 35 – 55. Sehingga dalam sebaran IQ tersebut juga  berbeda dalam layanan masing-masing.
B.  Contoh Model Layanan Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita
Pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita/retadasi mental dapat diberikan pada:
1.    Kelas Transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak yang memerlukan layanan khusus termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada disekolah reguler, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi sesuai kebutuhan anak.
2.    Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1).
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan pada Sekolah Luar Biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama keampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar mengajar sepanjang hari penuh di kelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1.
3.    Pendidikan terpadu
Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler di kelas yang sama dengan bimbingan guru reguler. Untuk matapelajaran tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan mendapat bimbingan/remedial dari Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya anak yang belajar di sekolah terpadu adalah anak yang tergolong tunagrahita ringan, yang termasuk kedalam kategori borderline yang biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (Slow Learner).
4.    Program sekolah di rumah
Progam ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu mengkuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya: sakit. Proram dilaksanakan di rumah dengan cara mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas kerjasama antara orangtua, sekolah, dan masyarakat.
5.    Pendidikan inklusif
Sejalan dengan perkembangan layaan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, terdapat kecenderungan baru yaitu model Pendidikan Inklusif. Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan labelisasi anak dengan prinsip “Education for All”. Layanan pendidikan inklusif diselenggarakan pada sekolah reguler. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak reguler, pada kelas dan guru/pembimbing yang sama. Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2 (dua) orang guru, satu guru reguler dan satu lagu guru khusus. Guna guru khusus untuk memberikan bantuan kepada siswa tunagrahita jika anak tersenut mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan mempunyai hak serta kewajiban yang sama. Tapi saat ini pelayanan pendidikan inklusif masih dalam tahap rintisan
6. Panti (Griya) Rehabilitasi
Panti ini diperuntukkan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai kemampuan pada tingkat sangat rendah, dan pada umumnya memiliki kelainan ganda seperti penglihatan, pendengaran, atau motorik. Program di panti lebih terfokus pada perawatan. Pengembangan dalam panti ini terbatas dalam hal :
a.    Pengenalan diri
b.    Sensorimotor dan persepsi
c.    Motorik kasar dan ambulasi (pindah dari satu temapt ke tempat lain)
d.   Kemampuan berbahasa dan dan komunikasi
e.    Bina diri dan kemampuan sosial
C.  Fasilitas atau Alat-alat Bina Diri
Fasilitas pendidikan untuk  anak tungrahita relatif sama dengan fasilitas pendidikan untuk anak umum di sekolah dasar dan fasilitas pendidikan di taman kanak-kanak. Fasilitas pendidikan lebih diarahka untuk latihan sensorimotorik dan pembentukan motorik halus. Walaupun demikian fasilitas yang berkaitan dengan pembinaan motorik kasar juga perlu disediakan secara garis besar fasilitas pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak tunagrahita adalah :
a.    Fasillitas pendidikan yang berkaitan latihan sensorimotor
Fasilitas pendidikan dan penunjang pendidikan bagi anak tunagrahita yang berkaitan dengan latihan sensorimotorik di antaranya :
·      Berkaitan dengan visual : berbagai bentuk benda
·      Berkaitan dengan perabaan dan motorik tangan : manik-manik, benang, krayon, wash, lotion, dan lain-lain
·      Berkaitan dengan pembau : kamper. Minyak kayu putih
·      Berkaitan dengan koordinasi : menara gelang,  puzzle 
b.    Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan keseharian
Fasilitas yang berkaitan dengan kehidupan keseharian, berupa permainan untuk mendukkung aktivitas kehidupan sehari-hari, diantaranya :
·      Latihan kebersihan dan gosok gigi
·      Latihan berpakaian dan bersepatu
·      Permainan dengna boneka
c.    Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan motorik kasar
Fasilitas yang berkaitan dengan latihan motorik kasar diantaranya dapat berupa :
·      Latihan bola kecil
·      Latihan bola besar
·      Permainan keseimbangan
D.  Bentuk Layanan pendidikan Khusus Tunadaksa
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak tunadaksa adalah pada bina gerak. Untuk memberikan layanan bina gerak yang tepat diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi untuk memulihkan kondisi otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannnya. Selain itu dukungan untuk bina diri diperlukan terapi okupasi dan bermain. Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :
a. Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa
b. Program pendidikan sekolah
c. Layanan bimbingan dan konseling
Pendekatan multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang melibatkan berbagai ahli terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan memampuan yang dimiliki oleh anak. Beberapa ahli terkait memberikan layanan rehabilitasi adalah ahli medis (dokter), dokter tulang, dokter syaraf, ahli pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasi, ahli pendidikan khusus. Dalam program rehabilitasi dikenal empat stadium, yaitu pertama, stadium akut antara 0 – 6 sejak menderita. Pada stadium ini merupakan stadium “survival”, berjuang untuk bertahan hidup. Kedua, stadium sub acut: 6 – 12 minggu, merupakan stadium perawatan rutin, pemberian fisioterapi dan terapi okupasi agar perkembangan otot dapat pulih dan tumbuh walaupun minimal. Ketiga, stadium mandiri; pada stadium ini anak lebih diarahkan untuk memperoleh keterampilan kerja untuk kehidupan mendatang. Keempat, stadium “after care”; pada stadium ini anak dipersipkan kembali ke rumah atau ke sekolah untuk mengikuti program pendidikan selanjutnya.
Program pendidikan sekolah bagi mereka yang tidak mengalami kelainan mental relatif sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus dikembangkan melalui fisioterapi dan terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan motoriknya. Orientasi pembelajaran juga lebih bersifat individu, walaupun dapat juga secara klasikal. Bagi anak cerebral palcy, binagerak masih terus diupayakan agar anak memperoleh perkembangan yang optimal.
Layanan bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan “self-respect” (menghargai diri sendiri). Sunarya Kartadinata, (1998/1999) menyatakan bahwa anak tunadaksa perlu mengembangkan self-respect, yaitu menghargai diri sendiri dengan cara menerima diri sesuai dengan apa adanya, sehingga anak merasa bahwa dirinya adalah sebagai seorang pribadi yang berharga.
E.  Contoh Model Layanan Pendidikan Khusus Anak Tunadaksa
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menangah Atas Luar Biasa.
Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua. Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan anak normal. Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka. Misalnya, untuk anak tunanetra, mereka memerlukan layanan khusus berupa braille, orientasi mobilitas. Anak tunarungu memerlukan komunikasi total, bina persepsi bunyi; anak tunadaksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk mendukung fungsi fisiknya.
Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:
1) Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.
Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita; SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Hal ini terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.
2) Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B untuk anak tunarungu, SLB-C untuk anak tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
3) Kelas jauh/Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.
4) Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
Tenaga kependidikan di SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru untuk anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk anak tunadaksa, guru agama, dan guru olahraga. Selain tenaga kependidikan, di SDLB dilengkapai dengan tenaga ahli yang berkaitan dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter spesialis, fisiotherapis, psikolog, speech therapist, audiolog. Selain itu ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah.
Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang disesuikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara individual, kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-masing. Pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi. Selain kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tunadaksa memperoleh layanan fisioterapi dan latihan koordinasi motorik.
Lama pendidikan di SDLB sama dengan lama pendidikan di SLB konvensional untuk tingkat dasar, yaitu anak tunanetra, tunagrahita, dan tunadaksa selama 6 tahun, dan untuk anak tunarungu 8 tahun.
Sejalan dengan perbaikan sistem perundangan di RI, yaitu UU RI No. 2 tahun 1989 dan PP No. 72 tahun 1991, dalam pasal 4 PP No. 72 tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:
a)      Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6      
tahun
b) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun
c)   Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) minimal 3 tahun.
Selain itu, pada pasal 6 PP No. 72 tahun 1991 juga dimungkinkan pengelenggaraan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama pendidikan satu sampai tiga tahun.
F.   Fasilitas atau Alat-alat yang diperlukan Dalam Belajar Anak Tunadaksa
Fasiltas pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan dengan prasarana dan sarana langsung yang diperlukan dalam layanan pendidiakan anak tunadaksa. Prasarana yang dirancang untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi tiga kemudahan(Musjafak  Assjari, 1995), yaitu mmudah keluar masuk, mudah bergerak dalam dalam ruangan dan mudah ,mengadakan penyesuaian. Sesuai dengan ketentuan tersebut, bangunan  seyogyanya menghindari model tangga, bila terpaksa harus disediakan lief, lantai tidak banyak relief, tidak banyak lubang, lebar pintu harus sesuai , kamar mandi dan WC memungkinkan kursi dan roda bisa masuk, ada parallel bars , dinding kelas di lengkapi dengan parallel bars, meja dan kursi anak disesuaikan dengan kelainan anak.
Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah :
a.    Brace
Brace merupakan alat bantu gerak yang digunakan untuk memperkuat otot dan tulang. Biasanya digunakan di kaki, punggung atau dileher. Fungsim brace berguna untuk menyangga beban yang tertumpu pada otot atau tulang.
b.    Crutch
Kruk adalah alat penyangga tubuh yang ditumpukkan pada tangan atau ketiak untuk menyangga beban tubuh.
c.    Splint
Splint adalah alat untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar agar anggota tubuh yang sakit tidak salah bentuk.
d.   Whell chair
Menurut bentuknya kursi roda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu  kursi roda yang roda besarnya di depan dan kursi roda yang roda besarnya di belakang. Kursi roda yang roda besarnnya di depan dapat berputar di tempat yang sempit. Kursi roda yang roda besarnya di belakang dapat masuk ke kolong tempat tidur, sehingga memudahkan untuk berpindah tempat.
Selain fasilitas pendukung tersebut di atas, fasilitas lain yang mendukung pendidikan untuk anak tunadaksa adalah ruangan terapi dan peralatan terapi. Terapi yang berkaitan langsung dengan anak tunadaksa adalah fisioterapi terapi bermain, dan terapi okupasi.



DAFTAR PUSTAKA

http://saung-anggie.blogspot.com/2009/07/model-pelayanan-pendidikan-untuk-anak.html diakses pada tanggal 14 maret 2012


Suparno. 2007. Pendidikan Anak Brekebutuhan Khusus. Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan.



























1 komentar: