Label

Senin, 18 Juni 2012

LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (TUNANETRA DAN TUNARUNGU)


LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(TUNANETRA DAN TUNARUNGU)

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH :
PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DOSEN :
Ali Rahman, M.Pd







Disusun oleh :
Kelompok 7
MILADIAH                A1E308046
RESTYANI  A           A1E308259
SRI  MARYATI         A1E308265
MAIRISA R               A1E308274
M. NAZLUL  M         A1E308050
DEDY S                      A1E308250


KEMENTERIAN DAN KEBUDAYAAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM S1 PGSD
BANJARMASIN
2012
Layanan dan Fasilitas Anak Tunanetra dan Tunarungu

I.       Bentuk Layanan Pendidikan Anak Tunanetra di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu anak tunanetra agar mampu mengembangkan potensinya secara optimal, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Melalui program bimbingan, pengajaran, dan latihan anak tunanetra mendapatkan perhatian khusus dalam hal interaksi sosial di sekolah. Dalam hal ini, guru memiliki peran yang besar, agar anak tunanetra memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan individu lain yang berada di sekitar sekolah. Guru membimbing anak tunanetra secara bertahap, disesuaikan dengan dasar pengalaman anak tunanetra ketika berada dalam lingkungan rumahnya.
Program bimbingan, pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitan dengan kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk:
1.      Bimbingan untuk mengenal situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun dari sisi interaksi orang per-orang.
2.      Menumbuhkembangkan perasaan nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan barunya.
3.      Melatih kepekaan indera-indera tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman kognitif, afektif dan psikomotornya.
4.      Melatih keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal yang tidak ia temui ketika berada di rumah.
5.      Menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.
6.      Melatih mobilitas anak untuk mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan dilakukan dengan teman sebaya.
7.      Memberikan pendidikan etika dan kesantunan berkaitan dengan adat dan kebiasaan yang berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan etika yang berlaku di rumah dapat berbeda ketika anak tunanetra masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian individu.
8.      Mengenalkan anak tunanetra dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal ini dapat memberikan pemahaman bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi yang berbeda. Misalnya kelompok anak-anak kecil, kelompok remaja, atau kelompok orang dewasa.
Interaksi sosial yang baik maupun yang kurang baik merupakan proses yang tidak diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial.
Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tunanetra menurut Hardman, M.L. dkk (1990) paling tidak meliputi 3 hal, yaitu (a) mobility training and daily living skill, yaitu latihan untuk berjalan dan orientasi tempat dan ruang dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan keterampilan kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman uang, belanja, mencuci, memasak, kebersihan diri, dan membersihkan ruangan ; (b) tradisional curriculum content area, yaitu orientasi dan mobilitas, keterampilan berbahasa termasuk ekspresinya, keterampilan berhitung dan (c) communication media, yaitu penguasaan Braille dalam komunikasi.
Anastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw, (1995) menyatakan bahwa layanan khusus bagi anak tunanetra meliputi :
a.       Penguasaan Braille
Penguasaan Braille yang dimaksud adalah kemampuan untuk menulis dan membaca Braille. Keteranpilan menulis berkaitan dengan penggunaan alat tulis Braille, yaitu reglet, mesin ketik Braille ; penulisan huruf, angka, kombinasi angka dan huruf, dan komputer Braille. Sedangkan membaca lebih berkaitan dengan keterampilan membaca dari berbagai media tulisan.
b.      Latihan orientasi dan mobilitas
Latihan orientasi dan mobilitas adalah jalan dengan pendamping awas, latihan jalan mandiri, latihan jalan dengan menggunakan alat bantu jalan (tongkat dan sign guide). Selain itu juga perlu penguasaan latihan bantu diri di kamar mandi dan WC, di kamar makan, di kamar tidur, di dapur, di kamar tamu sampai mampu mandiri ke sekolah dan tempat yang lain.
c.       Penggunaan alat bantu dalam pembelajran berhitung dan matematika, meliputi cubaritma, papan taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan beberapa konsep matematika Braille.
d.      Pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak tunanetra. Pembelajaran pendidikan jasmanai bagi anak tunanetra menggunakan pendidikan jasmani adaftif. Adaptasi yang dilakukan berkaitan dengan jenis kecacatan anak, kemampuan fisik anak dan memodifikasi sarana dan prasarana olahraga meliputi ukuran lapangan/lintasan, alat yang digunakan dalam olah raga, dan aturan yang dipakai.
e.       Pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA sedapat mungkin menggunakan model yang dapat diamati dan diraba oleh anak.

II.    Fasilitas atau Alat-alat yang Diperlukan dalam Belajar Anak Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.
a. Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain: 1) Reglet dan pena atau stilus2) Mesin tik Braille3) Komputer dengan program Braille4) Printer Braille, 5) Abacus6) Calculator bicara7) Kertas braille, 8) Penggaris Braille9) Kompas bicara10) Tongkat putih11) Tongkat Laser (Laser Cane)12) Sonic Guide (Penuntun Bersuara).
b. Alat Peraga. Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:1. benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan  2. benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan, 3. benda asli yang dikeringkan, 4. benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan,
Fasilitas penunjang pendidikan untuk anak tunanetra secara umum sama dengan anak normal, hanya memerlukan penyesuaian untuk informasi yang memungkinkan tidak dapat dilihat, harus disampaikan dengan media perabaan atau pendengaran. Fasilitas fisik yang berkaitan denga gedung, seyogyanya sedikit mungkin parit dan variasi tinggi rendah lantainya, dinding dihindari yang mempunyai sudut lancip dank eras. Perabot sekolah sedapat mungkin dengan sudut yang tumpul.
Fasilitas penunjang pendidikan yang diperlukan anak tunanetra menurut Anastasia Widjajanti dan Immanuel Hitipeuw (1995) adalah Braille dan peralatan orientasi dan mobilitas, serta media pelajaran yang memungkinkan anak untuk memanfaatkan fungsi perabaab dengan optimal.
Fasilitas pendidikan bagi anak tunanetra antara lain adalah :
a.       Huruf Braille
Huruf Braille merupakan fasilitas utama penyelenggaraan pendidikan bagi anak tunanetra. Huruf Braille ditemukan pertama kali oleh Louis Braille. Cara membaca huruf Braille sama seperti pada umumnya yaitu dari kiri ke kanan. Sedangkan untuk menulis, prinsip kerjanya berbeda dengan membaca. Cara menulis huruf Braille tidak seperti pada umumnya yaitu mulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi menulis Braille secara negatif akan menghasilkan tulisan secara timbul positif, yang dibaca adalah tulisan timbulnya.
Ada tiga cara untuk menulis Braille, yaitu dengan (1) reglet dan pen atau stilus, (2) mesin tik Braille, dan (3) computer yang dilengkapi dengan printer Braille. Media yang digunakan berupa kertas tebal yang tahan lama (manila, atau yang lain). Kertas standar untuk Braille adalah kertas braillon.
b.      Tongkat putih
Tongkat putih merupakan fasilitas pendukung anak tunanetra untuk orientasi dan mobilitas. Dengan tongkat putih anak tunanetra berjalan untuk mengenali lingkungannya. Berbagai media alat bantu mobilitas dapat berupa tongkat putih, anjing penuntun, kacamata elektronik, tongkat elektronik.
Program latihan orientasi dan mobilitas meliputi jalam dengan pendamping awas, jalan mandiri, dan latihan bantu diri (latihan di kamar mandi dan WC, latihan di kamar makan, latihan di kamar tidur, latihan di dapur, latihan di kamar tamu) dan latihan orientasi sekolah.
c.       Laser cane (tongkat laser)
Tongkat laser adalah tongkat penuntun berjalan yang menggunakan sinar inframerah untuk mendteksi rintangan yang ada pada jalan yang akan dilalui dengan member tanda lisan (suara)
d.      Sonic guide (penuntun bersuara)
e.       Optacon dan optacon II
f.       Kurzweil reading machine
g.      Versabraille dan versabraille II

III. Bentuk Layanan Pendidikan Anak Tunarungu di Sekolah
Layanan pendidikan yang spesifik bagi tuna rungu adalah terletak padapengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Hallahan dan Kauffman (1988) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan umum dalam mengajarkan komunikasi anak tunarungu, yaitu Auditory training, speechreading, sing language and fingerspelling.
Ada beberapa cara dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu :
a.       Metode oral, yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dalam hal ini Van Uden, menyarankan diterapkannya prinsip cybernetic yaitu prinsip yang menekankan perlunya suatu pengontrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang menimbulkan bunyi, dirasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberikan umpan balik terhadap gerakan yang akan menimbulkan bunyi selanjutnya.
b.      Membaca ujaran. Dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut juga dengan membaca bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses bicara.
c.       Metode manual. Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai unsure gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual.
d.      Ejaan jari. Ejaan jari adalah penunjang bahsa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar dapt dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu (1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded), (2) ejaan jari denga kedua tangan (twohanded), dan (3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.
e.       Komunikasi total. Komunikasi total merupakan upaya perbaikan dalam mengajarkan komunikasi anak tunarungu. Istilah komunikasi total pertama kali dicetuskan oleh Holcomb (1968) dan dikembangkan lebih lanjut oleh Denton (1970) dalam Permanarian Somad dan Tatti Herawati (1996). Komunikasi total merupakan cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara komunikasi yaitu penggunaan system isyarat, ejaan jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar dan menulis serta pemanfaatan sisa pendengaran sesuai kebutuhan dan kemampuan seseorang.



IV. Fasilitas atau Alat-alat yang Diperlukan dalam Belajar Anak Tunarungu
Fasilitas penunjang untuk pendidikan anak tunarungu secara umum relative sama dengan anak normal. Seperti papan tulis, buku, buku pelajaran, alat tulis, sarana bermain dan olah raga. Namun karena anak tunarungu mmepunyai hambatan dalam mendengar dan berbicara, maka merekan memrlukan alat bantu khusus, alat khusus antara lain menurut permanarian somad dan tati herawati (1996) adalah audiometer, hearing aids, telephone typewriter, mikro komputer, audio visual, tape recorder, spatel dan cermin.
a.       Audiometer
Audiometer adalah alat elektronik untuk mengukur taraf kehilangan pendengaran seseorang. Ada dua jenis audiometer yaitu audiometer oktaf dan audiometer kontinyu. Audiometer oktaf untuk mengukur frekuensi pendengaran : 125 – 250 – 500 – 1000 – 2000 – 4000 – 8000 Hz. Audiometer kontinyu mengukur pendengaran antara 125 – 12000 Hz.
b.      Hearing aids
Hearing aids atau alat bantu dengar mempunyai tiga unsur utama, yaitu microphone, amplifer, dan receiver. Sedangkan prinsip kerjanya adalah sebagai berikut : suara (energi akustik) diterima microphone, kemudian diubah menjadi energi listrik dan dikeraskan melalui amplifer, kemudian diteruskan ke receiver (telepon) yang mengubah kembali energi listrik menjadi suara seperti alat pendengaran pada telepon dan diarahkan ke gendang telinga (membrane Tympany).
Alat bantu dengan hearing aids ada bermacam-macam yaitu diselipkan di belakang telinga, di dalam telinga, dipakai pada saku kemeja (pocket), atau yang dipasang pada bingkai kacamata. Dengan menggunakan alat bantu dengar (hearing aids) anak tunarungu dapat berlatih mendengarkan, baik secara individual maupun secara kelompok.
c.       Telephone typewriter
Telephone typewriter atau mesin penulis telepon merupakan alat bantu bagi anak tunarungu yang memungkinkan mereka mengubah pesan-pesan yang diketik menjadi tanda-tanda elektronik yang diterjemahkan secara tertulis (huruf cetak).
Mesin tulis telepon terdiri dari telepon yang dilengkapi dengan alat pendengar, lampu kedap kedip sebagai tanda panggilan, mesin tulis, komputer dan amplifer. Mesin tulis ini memungkinkan perubahan pesan suara yang masuk ke dalam computer dan mengubah tanda-tanda elektronik dan bunyi pada frekuensi yang berlainan yang kemudian disampaikan melalui telepon dan diubah kembali menjadi huruf tercetak yang dapat dimengerti oleh anak tunarungu.
d.      Mikro computer
Mikrokomputer merupakan alat bantu khusus yang dapat memberikan informasi secara visual. Alat bantu ini sangat membantu bagi anak tunarungu yang mengalami kelainan pendengaran berat. Keefektifan penggunaan mikrokomputer tergantung pada software dan materinya harus dapat dimengerti oleh anak tunarungu.
e.       Audio visual
Alat bantu audiovisual dapat berupa film, video tapes, TV. Penggunaan audiovisual tersebut sangat bermanfaat bagi anak tunarungu, karena mereka dapat memperhatikan sesuatu yang ditampilkan sekalipun dalam kemampuan mendengar yang terbatas. Sebagai contoh, penayangan film-film pendidikan, film ilmiah popular, film kartun, dan siaran berita TV dengan bahasa isyarat.
f.        Tape recorder
Tape recorder sangat berguna untuk mengontrol hasil ucapan yang telah direkam, sehingga kita dapat mengikuti perkembangan bahasa lisan anak tunarungu dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun. Selain itu, tape recorder sangat membantu anak tunarungu ringan dalam menyadarkan akan kelainan bicaranya, sehingga guru artikulasi lebih mudah membimbing mereka dalam memperbaiki kemampuan bicara mereka. Tape recorder dapat pula digunakan untuk mengajar tunarungu yang belum bersekolah dalm mengenal gelak tawa, suara-suara hewan, perbedaan antara suara tangisan dengan suara omelan dan sebagainya.
g.      Spatel
Spatel adalah alat bantu untuk membetulkan posisi organ bicara, terutama lidah. Spatel digunakan untuk menekan lidah, sehingga kita dapat membetulkan posisi lidah anak tunarungu. Dengan posisi lidah yang benar mereka dapat bicara dengan benar.
h.      Cermin
Cermin dapat digunakan sebagai alat bantu anak tunarungu dalam belajar mengucapkan sesuatu dengan artikulasi yang benar. Di samping itu, anak tunarungu dapat menyamakan ucapannya melalui cermin dengan apa yang diucapkan oleh guru atau artikulator (speech therapist). Dengan menggunakan cermin, articulator dapat mengontrol gerakan-gerakan yang tidak tepat dari anak tunarungu, sehingga mereka menyadari dalam mengucapkan konsonan, vokal, kata-kata, kalimat secara benar.




DAFTAR PUSTAKA
Uhay. 2009. Interaksi Sosial Anak Tunanetra di SLB. http://pendidikanabk.wordpress.com/category/tuna-netra/: Online.
Anonim. 2011. Anak-anak Berkebutuhan Khusus (tunanetra). http://dapah.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_4795.html: Online.
Suparno, Heri Purwanto. 2007. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar